Belajar Simpati dari Hati yang Tersakiti


Sekitar sepekan lalu entah kenapa saya ingin berangkat ke sekolah lebih awal. Biasanya saya suka ngepas bahkan kadang telat semenit dua menit. Dengan membawa buku yang niat mau saya baca dulu sebelum jam ngajar, saya pun meluncur. Hampir sampai depan komplek tiba-tiba baru nyadar HP ketinggalan. Balik lagi, karena ngajarnya sebagian online. HP gak boleh ketinggalan.

Ah ada-ada saja mau lebih cepat malah ada yang ketinggalan. Hati membatin. Tapi kemudian segera sadar. "Eh mungkin ini hikmahnya, coba kalo mepet, ketinggalan HP pula, bukannya lebih gak bagus kondisinya. Akhinya saya pun bersyukur, Allah Maha menata segala kejadian.

Karena masih pagi, saya pun tak perlu tergesa-gesa. Tidak perlu berubah menjadi Valentinowati untuk tidak telat ke sekolah. Insyaallah buku pun masih sempat dibaca.

Setelah melewati salah satu perempatan , tiba-tiba saya harus menggenggam kedua rem motor matic saya dengan sangat kencang. Jalanan yang licin karena habisdisiram hujan membuat motor oleng dan saya pun terpental. Moto jatuh dan saya terlempar beberapa jengkal dari motor.

"Kenapa pian nyebrangnya bebulik?" Otomatis saya reflek menanyakan hal itu pada seseibu yang saya hindari hingga saya terpental dari motor. 

"Ikam bebelok laju banar". (Kamu berbelok cepat sekali)

"Ulun kada belok, ulun lurus dari sana." Reflek saya jawab sambil menahan sakit dan gemetar belum bisa bangkit dari tempat saya terhempas. Karena saya memang datang dari arah lurus. Dari situ saya sudah merasa apa yang beliau sampaikan itu mengada-ada.

Tapi ibu itu tetap tak mau disalahkan, padahal saya juga cuma nanya. Andai beliau jawab "saya kaget atau apa (terserah aja alasannya apa), maaf Nak ya. Gimana kondisi kamu? Saya pun gak akan memperpanjang. Tapi beliau malah bilang saya yang mengendarai motor terlalu cepat dan katanya suara motor saya membuat beliau kaget. 😓

Padahal seperti yang saya ceritakan di atas, hari ini saya sedang santai karena memang berangkat lebih awal dari biasa. Andai saya sedang ngebut mungkin beliau gak selamat dari hantaman motor saya, meski sudah direm sekuat tenaga.

Lagipula posisi beliau sudah di bagian tengah jalan. Bukan bagian tengah jalur kiri tapi betul-betul tengah antara jalur kiri dan kanan. Kenapa takut sama motor saya yang jelas-jelas di lajur kiri. Kecuali kalau yang saya kendarai itu buldoser yang lebarnya selebar jalan raya. 🙄

Beliau pun terkejut setelah saya jatuh. Jadi beliau tahu ada saya setelah saya jatuh. Bukan karena sudah lebih dulu melihat saya. Ah sudahlah, Allahu a'lam.

Kalau dibilang suara motor saya yang mengagetkan, toh motor saya matic yang suaranya gak kenceng. Entahlah apa ibu itu sedang berhalusinasi atau beliau takut dimintai pertanggungjawaban. Jadi sebelum diminta menanggung beliau memilih menjawab lebih dulu, dengan segala alasan.

Sebenarnya yang namanya musibah ketika kita kembalikan ini sudah qodho ya mau apalagi. Saya pun tidak mungkin menuntut beliau macam-macam walaupun lecet-lecet dan memar. Ya sudah qhodo-nya saya, hari itu, jam itu, detik itu, saya dapat musibah di tempat itu..

Yang saya sayangkan adalah sikap beliau. Tanpa beranjak sedikitpun mendekati dan bersimpati pada saya. Padahal posisi saya sedang terjatuh dan belum bisa bangkit. Malah sibuk membuat aneka pernyataan yang intinya saya yang salah. Untungnya banyak orang lain yang membantu memapah saya dan mengamankan motor saya.

Saya jadi ingat, pernah hampir bertabrakan dengan orang tapi kami sama-sama refleks minta maaf dan akhirnya saling melempar senyum sambil mengangguk makna kami sama-sama bisa menerima dan memaafkan. Kejadian itupun hanya sampai di situ. Tidak ada rasa kesal atau mau menyalahkan.

Simpati itu tak perlu materi. Meminta maaf pun tak perlu biaya. Kalau kita lakukan efeknya luar biasa. Tapi memang melakukannya tidak mudah. Perlu kekuatan dari dalam hati yang tulus. Dan hari ini Allah sedang mengajari saya tentang ini. Semoga jika saya ada di posisi sebaliknya (semoga tidak akan terjadi), saya akan mampu bersikap simpati. Bukan sibuk membela diri.

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates