Saat Suami Lemah dalam Urusan Nafkah, Haruskah Istri Hanya Bersabar?


Oleh: Umi Diwanti


Menurut saya pribadi masalah nafkah bukan sekedar harus sabar dan mengalah pada sikap suami yang lemah dalam urusan ini.

Saya sepakat jalan terbaik bagi istri adalah sabar. Tapi bukan sabar atas ketidakidealan yang terjadi. Melainkan sabar dalam menormalisasi ketidakidealan tersebut.

Saya pun tidak memungkiri bahwasanya ada pahala besar bagi istri yang ikhlas bersedekah membantu kewajiban suami. Dengan catatan, istri tak boleh lalai terhadap kewajibannya gara-gara membantu kewajiban suami.

Dan yang lebih tidak diinginkan adalah jika bantuan itu justru melemahkan upaya suami dalam hal ini. Ya, kadang adrenalin suami untuk mencari nafkah tidak terbangkitkan karena kehebatan seorang istri.

“Ah dari pada ribet dan lambat, udahlah mending dikerjain sendiri saja. Cepat dan langsung beres.”

“Daripada susah-susah nyuruh suami cari kerja tambahan, belum tentu dia ngerti dan mau. Mending saya aja yang kerja.”

Benar, memilih mengambail alih peran suami dengan niat sedeqah dan biar gak ribet memang gak sepenuhnya salah.

Hanya saja, mengupayakan suami mampu memaksimalkan potensinya sebagai pencari nafkah adalah lebih utama dan pertama yang harus dilakukan.

Jika suami tidak dalam keadaan uzur syar’i, semisal lemah fisik dan mentalnya, maka pelalaian nafkah oleh mereka adalah dosa. Saat kita membiarkannya, kita pun turut berdosa.

Dalam hal ini, bisa jadi kita tidak menyadarinya. Bahwa kadangkala keberadaan kita sebagai perempuan yang serba bisa lah, yang secara tidak langsung mengubur potensi kelelakian suami.

Saat susu buat anak habis, istri kreatif nyambi jualan online. Saat sewa kontrakan ditagih pemiliknya, istri abra kadabra langsung dapat pinjaman seketika.

Saat uang SPP anak nunggak, istri gesit lobi sana sini dan raport anak pun bisa diambil. Semua selesai oleh istri. Potensi suami jadi tidak tergali.

Saya berani bilang begini karena pernah mengalami. Meski kasusnya tidak sama. Saya (lebih tepatnya kami) pernah punya toko pakaian muslim.

Saya merasa mampu menangani semuanya sendiri. Saya pikir, ini bukan bidang suami. Pasti beliau gak bisa ngurus yang beginian. Beliau pun tak tahu menahu urusan toko.

Seiring waktu saya merasa kewalaha. Emosi saya ke anak-anak bermasalah. Mau tutup sayang, mau lanjut saya takut banyak melalaikan kewajiban lain.

Mau diserahkan ke suami, saya ketar ketir. “Bisa ngadat ni usaha, secara gak ada peka-pekanya suami urusan beginian. Apalagi kalau melihat kesibukan beliau, yang ada aja hampir kurang waktu. Gimana bisa mengelola toko ini.” Pikir saya waktu itu.

Tapi kondisi membuat saya harus melepas urusan toko, pelan-pelan saya membujuk hati agar yakin sepenuhnya bahwa rezeki itu sudah diatur. Kalau memang ngadat ya berarti memang sampai di situ saja rezeki lewat toko.

Saya coba luruskan niat, lillah. Tak disangka ternyata semua tetap baik-baik saja setelah dihendel suami. Meski tak langsung sempurna seperti yang kita inginkan.

Setelah itu, jika saya ingin bantu belanja, memilihkan model pakaian yang dibeli. Saya menjadi lebih enjoy daripada sebelumnya. Seiring waktu dan kepercayaan yang saya berikan, suami pun semakin mahir mengelola toko.

So, demikian lah dalam hal cari nafkah. Bukan tidak boleh membantu suami. Tapi sesekali biarkan masalah itu mereka yang hadapi. Toh secara hukum syara itu adalah kewajiban mereka.

Biarkan mereka yang mikirin uang susu, sewa rumah, SPP yang nunggak, dll. Niscaya kondisi kepepet akan memunculkan potensi kelelakian mereka. Bukan kah kita telah lama mengenal istilah "The power of kepepet".

Jikapun mau bantu, berikan saran bukan langsung kita yang lakukan. Motivasi dan merangsang suami untuk peka melihat peluang usaha adalah lebih utama.

Tapi di sini mutlak harus nyetok sabar berlipat. Kadang motivasi gak langsung bikin mereka bereaksi. Kadang peluang yang kita sampaikan tak langsung mereka terima. Siap-siap aja kalau mereka jawab, “Ah ini bukan bidang saya, saya gak bisa kerja beginian.”

Atau setelah mereka melakukan ternyata hasilnya jauh dari yang kita harapkan. Bisa jadi ekonomi kita pun terjun payung sementara. Di sinilah letaknya bersabar itu. Dan teruslah mengapresiasi setiap usaha suami.

Karena semua ahli pun berawal dari ketidaksempurnaan. Sebagai istri, kita jangan keburu berputus asa. Teruslah motivasi, dampingi, apresiasi.

Yakinlah suatu saat, para suami akan menjalankan tugasnya dengan maksimal. Meski akhirnya kita pun secara sukarela tetap ingin membantu, tentu dengan perasaan berbeda.

Antara sebagai pelaku utama dan hanya membantu sebisanya. Tulang rusuk tak boleh berubah menjadi tulang punggung. Insyaallah rumahtangga kita akan sehat dan penuh berkat.

Jadi sekali lagi, gunakan sabar pada tempatnya. Sabar mengembalikan peran suami lebih utama ketimbang sabar menghadapi kelalaian suami. Entah mereka sengaja atau tidak. Bukankan salah satu tugas utama istri adalah menjaga suami dari kelalaiannya.

Jika tak berhasil juga, barulah jurus terakhir kita keluarkan. Bersabar dan ikhlas menjalani apa adanya, sembari terus menadah tangan memohon pada-Nya, menanti keajaiban dari yang Maha Penentu Segalanya.

7 komentar :

  1. Masyaallah. Yg suami istri dan sedang mengalami keadaan ini pasti bisa relate dengan isi tulisan ini. Semoga semua suami istri bisa bergandengan tangan dalam urusan mencari nafkah ini.

    BalasHapus
  2. Hihihi setuju nih mba, karena meski dalam kondisi tidak sama akupun pernah mengalami masa-masa tidak ideal dalam urusan nafkah. Tapi yang di utamakan memang tgs kita sbg wanita harus tetap berjalan ya, dan ikhlas

    BalasHapus
  3. Insyaallah dengan bersabar, bersyukur dan ikhlas akan penghasilan suami, Allah akan mudahkan kita udah mendapatkan penghasilan yang penuh berkah beraapun jumlahnya

    BalasHapus
  4. Note banget aku ini Mba " Sabar mengembalikan peran suami lebih utama ketimbang sabar menghadapi kelalaian suami"

    BalasHapus
  5. wah tulisan ini mencerahkan sekali. memang kadang meski istri memiliki penghasilan di atas suami dalam hatinya pasti ingin suami yang lebih berperan dalam urusan keuangan ini

    BalasHapus
  6. Memang apa-apa itu enaknya di sharing bersama ya mbak jadi biar sama-sama nyaman juga kedua belah pihak bukan yg pede sendirian dan bilang pasangan ga bisa tapi yakin kalo be2 itu lebih baik.

    BalasHapus
  7. Ulun Hanyar terbaca nah tulisan ini.inspiratif banar dan sesuai kondisi banyak rumah tangga

    BalasHapus

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates