Home Parenting Agar Suami Menjadi Partner Sejati Mendidik Buah Hati
Agar Suami Menjadi Partner Sejati Mendidik Buah Hati
By Umi Diwanti At Januari 14, 2020 0
Oleh: Umi Diwanti
Tidak sekali dua saat saya menyampaikan materi terkait parenting, para Bunda yang hadir nyeletuk.
“Wah kudunya suami juga tahu tentang ini.”
“Harusnya para suami juga dikasih tahu yang beginian.”
“Yang suaminya paham sih enak.”
Benar Bunda, mendidik anak sendirian dalam arti belum sejalan cara dan tujuan itu memang berat. Apalagi di zaman sekarang, saat lingkungan justru kerap memberikan pengaruh negatif pada tumbuh kembang anak. Kita perlu partner solid di dalam rumah.
Dan memang urusan mendidik anak bukan hanya kewajiban Bunda. Justru Ayah lah penaggung jawab utamanya. Sebagaimana dalam Alquran, masalah pendidikan anak Allah kisahkan melalui sosok Ayah, yakni Lukman dan Nabi Ibrahim.
Tapi Bund, kalau kita semua pada nunggu para Ayah ‘on’ duluan baru kita action, kasian anak-anak. Setiap detik mereka tumbuh dan berkembang, pendidikan kitalah yang akan mewarnai mereka secara dominan.
Karenanya mari kitalah yang memulai dari sekarang. Tentu saja sembari mencari cara untuk memfungsikan peran penting suami kita di dalamnya. Bagaimana caranya?
Pertama, jadilah teladan. Suami itu pemimpin. Sudah menjadi karakter alami pemimpin memiliki baqo’ (gengsi) lebih tinggi dari perempuan. Anugerah dari Allah untuk menyempurnakan karakter kepemimpinannya. Sehingga kita para istri tak perlu merasa rendah atau dihinakan saat harus selalu memulai kebaikan pada suami kita.
Seiring kita sering ikut kajian-kajian Islam, perlihatkanlah perubahan sikap dan tutur kata kita. Dalam hal ini khususon urusan mendidik anak.
Kita yang dulunya dikit-dikit teriak, dikit-dikit cubit, dikit-dikit ngomel gak beraturan, yuk mulai kita rem dikit-dikit. Biasanya apa yang terindra lebih mengena oleh pasangan kita.
Kedua, lancarkan komunikasi. Secara umum laki-laki memiliki kemampuan yang lemah dalam menangkap sinyal komunikasi dan cenderung minim perbendaharaan kata dalam lisan maupun tullisan.
Maka jangan pernah memilih bahasa kode atau sindiran untuk membuat mereka paham apa yang kita inginkan. Terkadang sudah sangat jelas kita ucapkan saja mereka masih belum bisa menangkap 100%.
Dalam komunikasi ini setidaknya ada beberapa yang harus kita siapkan. Terlebih dulu kenali karakter laki-laki secara umum dan karakter suami kita masing-masing secara khusus. Agar kita bisa memilih gaya bahasa dan pilihan kata yang tepat.
Berikutnya adalah mencari waktu yang tepat. Sehingga saat kita perlu memastikan apakah beliau paham atau tidak yang kita inginkan tidak akan berujung masalah.
Kadangkala masalah muncul bukan karena konten pembicaraan yang salah tapi waktu dan suasana hati yang kurang tepat. Jadi berikutnya kita perlu memastikan atau menciptakan suasana hati pasangan dalam kondisi tenang dan senang.
Untuk urusan ini, para istrilah yang paling tahu apa yang mesti dilakukan. Jangan gengsi dalam urusan ini. Toh beliau suami kita. Membuatnya senang adalah pahala. Apalagi ini demi kebaikan buah hati kita.
Ketiga, libatkan suami dalam segala urusan anak secara langsung atau tidak langsung. Ceritakan perkembangan atau kejadian-kejadian yang dialami anak setiap harinya di saat senggang.
Ajak serta beliau saat kita konsultasi dengan guru anak kita. Jangan lupa sering-sering ajak hadir ke acara parenting baik yang diadakan sekolah atau umum. Atau sekedar nonton di utube.
Intinya, meskipun kita bisa uris anak sendiri, jangan perlihatkan itu di hadapan suami. Tunjukan kalau kita perlu beliau. Bukan dengan mengatakan secara vulgar bahwa itu tanggung jawab mereka. Meski aslinya memang begitu, tapi tak semua laki-laki sudi dituntut. Kebanyakan mereka lebih berkenan melakukan karena merasa diperlukan.
“Yah, kayaknya Cuma Ayah deh yang bisa bikin Dede gak ketergantungan gadget lagi. Bunda sudah berusaha berbagai cara, gak berhasil lho Yah. Kalau Ayah yang ngomong ke Dede, Bunda Yakin Dede bakal nurut deh. Tolong ya Yah…”
Gapapa lah kita ngomongnya sambil peluk dan kedip-kedip mata ke suami. Toh halal ini. Malah pahalanya dobel lho Bund. Pahala bermanja dan pahala dalam rangka mendidik ananda kita. Sepakat kan Bund?
Wong dulu sebelum punya anak kita sering bermanja-manja, kenapa sekarang tidak mau? Sedatar-datarnya suami, fitrah mereka itu suka digelendotin lho Bund. 😁
Berikutnya? Teladan sudah. Komunkasi sudah lancar. Kok belum seperti yang diinginkan. Jangan buru-buru kecewa dulu ya Bund.
Yuk kita refleksi balik perjalanan kita yang juga bukan hasil sim salabim. Kita bisa berubah tentu saja juga makan waktu. Banyak majelis ilmu, sharing dan pengalaman yang kita lewati.
Maka yang ketiga adalah kita list apa saja selama ini yang kiranya membuat kita bisa berubah atau setidaknya muncul keinginan untuk berubah. Ajak suami melewati hal yang sama dan sabarlah di dalamnya.
Nikmati dan jadikanlah janji Allah sebagai pelipur hati. Bahwa Allah akan menilai usaha, bukan hasil. Bahwa siapa yang tertunjuki kebaikan dengan perantaraan kita maka lebih baik dari pada apa yang disinari matahai pagi hingga malam. Sungguh tak ada yang sia-sia di sisi Allah.
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ.
“Barang siapa yang menerapkan kebiasaan yang baik dalam Islam maka baginya pahala dan pahala orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun pahalanya”. (HR. Muslim)
Keempat, mari kita sadari bahwa sulitnya mendidik generasi sekarang tidak lain karena aturan yang melingkupi kita saat ini bukanlah aturan yang ideal (Islam).
Karenanya disamping kita berusaha sekuat tenaga menjadi sosok Bunda yang kuat. Kita pun harus ikut andil dalam upaya mengembalikan kehidupan Islam. Sembari berdiri di samping suami dan anak-anak, juga berdiri tegaklah di barisan para pejuang agama Allah.
Jangan karena ingin fokus jadi Bunda yang baik kita justru meninggalkan tugas utama kita sebagai penolong agama Allah. Berhenti ngaji dan dakwah. Padahal justru dengan itulah, kerumitan masalah mendidik anak bisa menjadi mudah. Karena sesungguhnya tak ada yang sulit bagi Allah.
Jangankan mengubah suami dan anak-anak kita. Membalik hati seorang Umar Bin Khatab dan Abu Sofyan yang dulunya pembenci Islam nomor wahid saja Allah mampu. Apalagi sekedar melembutkan hati anak dan pasangan kita. Bagi Allah cukuplah, “Kun Fayakun!”
وَلَيَنصُرَنَّ اللَّـهُ مَن يَنصُرُهُ
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.” (QS. Al Hajj: 40)
#Kompaknulis
#OPEy2020bersamaRevowriter
#Revowriter
#OPEy2020Day02
#seriparentingalaumidiwanti
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Posting Komentar