Bahaya Panik dan Tips Mengatasinya


Panik biasanya terjadi saat kita menghadapi sesuatu yang tidak terencana. Biasanya kepanikan cenderung pada kondisi yang tidak diharapkan. Meski kadang mendadak dapat kebaikan juga bisa bikin panik.

Saat panik akal tidak bisa berpikir dengan baik. Tindakan dan keputusan dalam kondisi panik cenderung emosional. Hasilnya tudak akan baik dan kadang berbahaya. Dulu tetangga saya hamoir saja kehilangan ratusan juta gegara dapat telepon dari seseorang yang mengaku dokter. Bahwa suami beliau kecelakaan dan harus segera kirim uang untuk Biaya operasi. Kalau tidak segera nyawa bisa melayang.

Untungnya waktu itu beliau tidak lamgsung ke Bank atau ATM tapi ke rumah tetangga. Dan oleh tetangga yang pikirannya tidak panik bisa mendeteksi banyak kejanggalan informasi. Akhirnya baru terpikir untuk mengkonfirmasi ke temen suami beliau. Dan Alhamdulillah ternyata suami beliau baik-baik saja.

Karenanya Islam melarang seorang memutuskan apapun dalam kondisi marah. Terlebih seorang pengambil ke ijakan seperti hakim. Pun juga dengan panik, sebab keduanya sama-sama menyebabkan pikiran tidak berjalan sebagaimana mestinya.

لا يَقْضِيَنَّ حَكَمٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْبَانُ
Seorang hakim dilarang memutuskan antara dua orang ketika marah. (HR Bukhari)


Bahaya Kepanikan dalam Rumah Tangga

Panik juga kerap membuat hubungan suami istri menjadi bergejolak. Jika dala kondisi normal yang seseorang bisa menjaga lisan dan perbuatan saja kadang ada saja suami istri salah paham dan cekcok. Apalagi jika bertindak atau berucap dalam kondisi panik. Konflik rentan terjadi jika kita tidak bisa mengatasi rasa panik.

Biasanya si panik langsung nyerocos tanpa merasa ada masalah. Setelah unek-unek keluar dia lega. Tapi bagaimana dengan pasangan? Bisa saja dia diam tapi menyimpan. Jika tak segera disudahi dan terulang lagi dan lagi. Hati-hati saja, bisa jadi bom waktu. Pasangan bisa meledak tiba-tiba. Ini sangat bahaya.

Saya pernah mendapati kisah sebuah rumah tangga terpaksa kandas gegara kebiasaan panik salah satu pasangan yang kerap berulang. Si panik menganggap sikapnya biasa. "Namanya juga lagi emosi. Kan setelah itu sudah gak ada masalah lagi".

Namun sebaliknya bagi sang pasangan. Dia merasa selalu disalahkan dan tidak dihargai keberadaannya. Walhasil saat tak tahan lagi dengan kecerewetan pasangan sikap diam selama ini tiba-tiba berubah menjadi seperti ayam betina beranakan. Salah dikit, sebelum pasangannya yang panikan tadi marah, di menyambar lebih dulu. Jadilah perang kerap berkobar. Membakar seluruh cinta kasih diantara mereka hingga tak bersisa.

Saya sendiri punya pengalaman buruknya akibat salah sikap dalam kondisi panik. Suatu hari, saat tba di rumah tiba-tiba ada tukang sedang membongkar lantai garasi. Eh ini ada apa. Ternyata buat ngalirin air tetesan sisa penyaringan air ke kamar mandi yang ada di kamar kami.

Selain karena sedang capek, saya langsung terpikir biaya pembangunan kamar yang masih kurang banyak. Eh kok suami bisa-bisanya bikin kerjaan baru yang pastinya keluar dana lagi. Pas saya cek kamar mandi, ternyata gak ada tempat yang pas juga buat meletakan drum penampungannya. Kalau pun dipaksa itu akan membuat saya semakin susah membersihkan kamar mandi ini nantinya. Padahal ada solusi lain andai didiskusikan dulu ke saya. Panik memuncak.

Gak berapa lama suami saya datang. Tanpa basa basi langsung deh saya nyerocos mengungkapkan komplain saya. Wal hasil suami pun gak terima disalahkan. Saya tambah kesel. "Saya tuh cuma menyampaikan eh dibilang menyalahkan seh." Yah itu versi saya. Tapi versi suami, yang baru saja pulang kerja dan sangat capek tentu saja itu seperti disemprot api oleh naga yang baru keluar dari pertapaan. Puanas!

Begitulah, akhirnya suasana pertemuan kami yang harusnya hangat dan menyenangkan menjadi dingin bahkan beku. Saling diam memendam kekesalan. Dan biasanya perlu waktu untuk memulihkan.

Syukurnya kala itu tak lama kemudian suami langsung pergi lagi. Sebelumnya dia minta tukang berhenti membongkar lantai. Saya pun jadi agak tenang dan karena capek juga, akhirnya ketertiduran.

Sebangun tidur pikiran saya mulai normal. Astagfirullah, betapa tidak tepatnya sikap saya tadi. Bukankah suami suami yang tanggap menyelesaikan masalah yang saya inginkan selama ini. Kenapa saat suami belajar mempraktikannya saya malah menyalahkannya. Dalam kondisi beliau capek pula. Ya wajarlah beliau jadi emosi.

Dalam kondisi normal barulah muncul pikiran jernih. Ah, andai tadi saya siapkan makan dulu. Lalu tanya baik-baik dan kasih pujian dulu walau cuma basa basi. Kalau perlu kasih pelukan tanda terima kasih. Baru deh minta pelan-pelan untuk minta tukang istirahat dulu. Setelah itu baru sampaikan pendapat. Pasti beda suasananya.

Ah tapi semua sudah terjadi. Saya pun merasa rugi. Toh sikap saya tadi tidak membuat lubang galian tertutup lagi dengan sendirinya. Juga tidak membuat upah tukang berkurang. Belum lagi jika mengingat betapa murkanya Allah pada istri yang membuat suaminya tidak ridho. Astagfirullah ya Allah.

Yang lalu biarlah berlalu. Saya tuliskan agar bisa jadi pelajaran. Sekaligus tanda permohonan maaf saya ke suami. Agar kejadian yang menimpa saya ini apalagi yang menimpa rumah tangga yang saya ceritakan sebelumnya tadi tidak menimpa kita. Kiranya bisa dicoba hal berikut.

Pertama, hadirkan baik sangka pada pasangan. Bahwa apa yang dia lakukan pasti berniat baik buat kita. Maka balaslah niat baik dengan kebaikan.

Kedua, berlatih menahan diri. Sepanik apapun usahakan tahan dulu. Upayakan jangan langsung membicarakan masalah dalam kondisi kita atau pasangan sedang lelah. Buat minuman dan sambut dengan hangat lebih dulu. InsyaAllah menurunkan tensi panik kita dan menungkatkan kesiapan di diri pasangan.

Ketiga, jika kondisinya kita prediksi mendatangkan kerugian moril atau materiil, maka ingat kembali konsep rezeki. Kalau sudah terjadi toh emosi kita juga tidak jadi solusi. Yang ada hubungan rumah tangga bisa rusak, madalah pun tidak membaik.Malah rugi dua kali kan?

Keempat , selain mengendalikan diri dengan mendoktrin pikiran dengan dua hal di atas perlu dibantu dengan memanjakan pisik. Wudhu dan shalat salah satunya. Tapi yang lebih cepat adalah minum minuman segar. Jengan lupa isi perut. Lapar bisa bikin emosi melebar. Yakin deh, lapar itu bikin gusar dan pikiran di luar sadar.

Terakhir, jika sudah diupayakan tapi kita belum berhasil 100%. Apalagi jika pasangan juga sedang tak siap. Capek atau lagi banyak pikiran juga. Lalu keributan pun terjadi. Maka segera akhiri dengan menjauh sesaat. Mungkin bisa masuk kamar. Tapi bukan dengan mengurung diri atau banting pintu ya. Itu malah nambah masalah.

Mintalah izin untuk bisa berpikir sejenak. Jika ukhti bisa menulis, tulislah apa saja yang dipikirkan. Atau cukup dwngan merebahkan badan. Insyaallah akan mampu membuang energi negatif yang bersarang di diri. Baca Quran lebih bagus lagi.

Setelah pikiran kembali normal, pikirkan cara menyampaikan yang terbaik. Dahului dengan meminta maaf dan terima kasih atas segala niat baiknya. Niscaya seketika akan meredam emosi pasangan yang mungkin tadi sempat tersulut emosi juga.

Pengakuan kesalahan ini juga ampuh membuat pasangan melupakan kesalahan kita bahkan busa jadi lebih sayang lagi sama kita. Dengan demikian insyaallah kepanikan yang tak diinginkan pun akan berbuah manis. Asalkan jangan keseringan diulang-ulang. 😁

Makasih buat yang sudah mau mampir. Jika bermanfaat silakan dipakai dan diinfokan ke lain. Jika ada yang tidak atau kurang baik silakan beri masukan. Jika ada yang mau menabahkan silakan di kolom komentar. 😍

@umi_diwanti





Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates