Depe Syurga di Dunia untuk Sebuah Niat Baik



Tulisan ini kisah nyata. Kisah serupa sering saya rasakan. Saya yakin teman-teman pun pernah bahkan mungkin sering mengalami. Sewaktu-waktu saya ceritakan buat mengambil ibroh, tapi rasanya belum pernah tuliskan.

Saat kemarin sharing digrup Literasi gagasan-nya Mba Alga Biru, Mba Yati Azim sebagai narasumber ngasih quote yang bikin mau tak mau saya tulisakan kisah ini. 😁

"Jangan bilang gak bisa nulis karena nulis ibarat ngomong." Artinya kalau bisa ngomong ya harusnya bisa ditulis.

Saya yang selama ini kadang tak imbang antara ngomong dan nulis merasa tertantang. Cie 😎 aslinya sih ngerjain PR, diminta menuliskan peristiwa paling berkesan dalam seminggu terakhir. Setelah mikir, inilah kisah berkesan saya sepekan terakhir.

Ceritanya beberapa waktu lalu Abah saya datang ke rumah, "jar orang di radio ada orang bejual herbal gasan struk syaraf, kalu ai mata Abah ni mau tabulik kaya asal."

Dalam hati, "Bah-bah, ngarannya iklan tu dimana-mana ai maandu-anduh". (Abah Abah, dimana-mana iklan itu memang overclaim). Tapi tidak saya ucapkan takut beliau kecewa. Saya hanya menanyai balik di radio mana dan apa nama herbalnya.

Singkat cerita keesokan hari beliau datang lagi dengan info yang lebih jelas, "namanya Herbal XX, dijual di apotik-apotik dan di radionya ada jua." Sambil menyerahkan uang seratusan ribu selembar.

Saya sambut, karena memang lagi gak punya pegangan dan juga jaga-jaga siapa tahu harganya mahal. Akhirnya saya pun menjelajah apotek. Apotek pertama bilang tidak jual. Apotek kedua jual, tapi habis. Untungnya saya gak langsung balik tapi nanya dulu. "Harganya berapa dan kapan kira-kira ada lagi?"

"Dua ratus lima puluh ribu bu, gak tahu kapan ada lagi. Karena kami hanya nunggu diantar sama orang yang menitipkan itu."

Ya Allah beneran mahal banget. Berarti saya harus cari tambahan seratus limapuluh ribu lagi nih. Uang di kotak ajaib (kotak nafkah dari suami) belum terisi. Sementara SPP si kecil sama cicilan uang pendaftarannya sudah ikut ngantri dari uang kotak ajaib.

Sampai rumah refleks saya sampaikan harganya lumayan mahal dan lagi kosong, nanti dicari ke tempat lain. Gak ada niat minta tambahan ke orangtua. Meski sedang mumet saya masih sadar, seberapapun yang bisa saya beri pasti gak akan bisa membalas semua jasa mereka. Otak ini masih saja melayang karena belum nemu uang tambahannya diambil dari mana.

"Larang banar Kai ai, banyak banar kurangnya duit pian", kata Mama saat mendengar harganya. Tetiba Abah datang lagi dengan bawa uang seratusan ribu selembar lagi (rumah kami sampingan, cuma jarak sedepa 😁).

"Kurang itu masih!" ujar Mama, nampak sekali wajah beliau tak ingin membebani anak.

"Kadapapa Ma ai kena ulun tambahiakan, ada aja duitnya". Spontan terucap itu demi Abah tidak kecewa dengan ucapan Mama. Dan dalam hati, kalau sisa limapuluh ribu mah insyaallah ada aja. Nih recehan dalam ras kalau dikumpulin insyaallah cukup.

Sorenya kebetulan jadwal ngajar tahsin di komunitas Yuk Ngaji Banjarbaru. Saya sudah membidik satu apotek yang tak jauh dari sana untuk dimampiri sepulang ngajar. Saya yakin di sana pasti jual herbal yang lagi dicari dan apotek itu terkenal murah. Masih berharap bisa beli dengan harga lebih murah.

Setelah selesai ngajar saya buru-buru biar gak kesorean. Tiba-tiba ada pengurus Yuk Ngaji yang menghampiri dengan sebuah kantong plastik berisi kotak kue. Katanya itu titipan dari para peserta tahsin. "Tolong diterima Usth lah, dari kawan-kawan, maaf kada bisa membari banyak".

Terus terang setiap ngajar saya gak pernah berharap bayaran, kecuali kalau di sekolahan karena akad saya kerja. Bahkan kalau ada yang nanya bayarnya berapa, serasa digimanain gitu. Meski saya tahu bagi sebagian orang itulah cara mereka menghargai guru. Entah kenapa saya justru merasa sebaliknya.

Kalau saya pribadi, jika ada niat mau ngasih ke guru, saya gak pake nanya berapa. Karena meraka memang bukan ajir kita. Tapi sekali lagi ini pendapat pribadi saja. Urusan ini mah nafsi-nafsi ya. Tak perlu ditabani.

Btw, dari semua yang saya ajari, jujur kampus lah yang paling tidak pernah saya prediksi ada yang ngasih-ngasih. Karena saya bisa merasakan kehidupan prihatin mahasiswa. Lagipula mereka mau datang ngaji saja, di tengah padatnya jadwal kuliah, itu sudah sesuatu banget.

Jadi hari itu benar-benar surprise. Dan yang lebih bikin saya takjub lagi, isi amplopnya persis sejumlah niat awal saya mau menambahkan harga herbal Abah. Ya Allah rasanya ini terlalu berlebihan buat saya. Belum lagi niat saya jalankan sudah dibalas, cash.

Betapa lagi dan lagi Allah mengingatkan saya untuk tidak sedikitpun meragukan Allah sebagai sebaik-baik pemberi balasan. Sebagai mana dalam hadis, bahwa jika kita mendekati Allah berjalan, Allah mendekati kita berlari. Sungguh inilah salah satu buktinya.

Tak sampai di situ saja, paska kejadian itu masih ada beberapa rezeki tak disangka lainnya yang mengalir ke rumah kami. Masya Allah.

Salah satunya, saya ada berucap ke Si Tengah, "coba ada alpukat, enak bener dijus sama susu itu tuh", saya sambil nunjuk susu coklat yang bertengger di atas rak piring.

Tang terpukir sih itu hanya khayalan, la wong alpukat masih langka dan kalaupun ada pasti sangat mahal. Eh gak lama setelah itu, adik saya datang membawakan sebiji alpukat besar dan segar. Baru dikasih tetangganya yang penen alpukat. Masya Allah.

Fabi ayyi ala irobbikuma tukadzibaan?

Saya jadi ingat kisah tentang Syurga. Konon dikatakan di sana apa yang terbersit di hati pun akan langsung tersaji. Betapa Maha Baiknya Allah pada saya yang baru berniat baik saja sudah dibalas dengan banyak kebaikan di dunia.

Peristiwa berharga ini juga mengingatkan saya bahwa janji Allah itu nyata dan cepat. Sekaligus mengingatkan diri agar jangan terlalu banyak perhitungan untuk berbuat kebaikan. Apalagi untuk orangtua tercinta.

"Jangan menunggu berlebih baru berbagi. Tapi berbagilah, maka kita akan mendapat kelebihan. Jangan menunggu kaya baru berbagi. Tapi berbagilah, maka kita akan merasakan kaya yang sebenarnya."

Terlebih untuk orangtua, peka lah akan kebutuhan mereka. Maka Allah akan peka pada kebutuhan kita. Bahkan Ia cukupi sebelum kita minta.

Silakan berhitung cermat dalam dagang dan bisnis. Tapi jangan pernah berhitung untuk orangtua. Meski adakalanya mereka lebih kaya, (tetap) berilah! Mereka pasti akan bahagia dan bangga. Pintu Syurga pun akan terbuka. Yakinlah!

#PengalamanBerkesanku
#NgajiLiterasi

@umi_diwanti

Nb.
Abah (Ayah) saya beberapa kali terkena stroke ringan bagian syaraf. Terakhir mengenai syaraf mata yang bikin penglihatan beliau ganda dan agak silau. Alhamdulillah sekarang beliau sudah bisa beraktivitas seperti biasa. Cuma gangguan di mata itu. Sekalian saya mohon doanya sekalian ya teman-teman semoga beliau bisa sembuh dan bersabar jika memang harus seperti itu saja.

4 komentar :

  1. This precious event also reminded me that God's promises are real and fast. At the same time remind yourself not to be too many calculations to do good.

    BalasHapus

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates