Memelihara Keutuhan Rumah Tangga


Utuhnya rumah tangga diikat oleh dua dua perkara. Cinta dan hukum syara. Cinta yang awalnya sedebu bisa menjadi gunung bila masing-masing taat syariat. Sebaliknya cinta melangit luas pun bisa runtuh jika syariat tak direngkuh.

Diantara hukum syara adalah pemenuhan nafkah oleh suami dan pengaturan rumah pada istri. Sebagaimana firman Allah, "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya." (TQS. Al-Baqarah: 233)

Juga sabda Nabi, "Sesungguhnya Nabi Saw menetapkan terhadap anak perempuannya, Fatimah, mengerjakan pekerjaan di rumah, sedangkan kepada Ali bin Abi Thalib pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di luar rumah." (Musnad Ibnu Abi Syaibah)

Jelaslah bahwa Allah menetapkan amanah yang berbeda antara suami dan istri. Jika amanah ini dilalaikan atau ditukar maka niscayalah gejolak dalam rumah tangga. Biasanya (meski tak semuanya) jika istri lebih dominan dalam pekerjaan apalagi penghasilan lebih besar akan membuat kepemimpinan suami melemah atau hilang.

Untuk itu ada baiknya istri menahan diri untuk tidak menyaingi tugas suami, meski harus hidup dengan kesederhanaan. Kata Usth. Mahbubah Aseri, suami yang kehilangan kepemimpinan di rumahnya akan kehilangan kepemimpinannya juga di masyarakat.

Sebaliknya jika suami yang mengambil alih tugas di rumah. Dominan beberes rumah dan mengurus anak. Maka akan mengkerdilkan kemampuan istri sebagai ibu dan pengatur rumah. Otomatis juga akan jadi pembelajaran tidak langsung bagi anak-anak.

Saling bantu boleh, bahkan menambah rahmah antar pasangan. Namun satu prinsip yang harus kita pegang kuat "jangan sampai bertukar tulang, sebab rezeki tak pernah tertukar."

Di zaman kapitalis sekuler saat ini memang tak mudah memegang prinsip ini. Karenanya yang harus dilakuan pertama kali, suami istri perlu mengaji. Agar satu visi misi dan makin hari makin meyakini hukum-hukum Illahi. Sehingga lebih mudah menjalani.

Dari pengajian juga kita akan lebih mengerti dan meyakini rezeki itu hanya dari Allah bukan dari bekerja atau lainnya. Semua hanya cara, maka sebaik-baik cara adalah yang sesuai hukum syara.

Kedua, sebagai istri peran kita cukup vital. Kita harus meyakinkan suami bahwa kita selalu mendukungnya dalam setiap usaha asalkan halal dan Allah ridha. Yakinkan pula bahwa kita tidak menuntut apa-apa selain yang sudah diupayakannya dengan keras.

Katakan, "Suamiku, sungguh kami lebih kuat menahan lapar daripada menahan panasnya neraka jika engkau tak menafkahi kamindari jalan yang tidak halal."

Ketiga, jika kita termasuk orang yang cekatan dan pandai melihat peluang usaha. Sampaikan dan transfer kemampuan itu pada suami. Sabarlah jika dalam prosesnya, gerak suami tak seperti yang kita kehendaki. Setiap orang beda-beda, tak semua seperti kita. Selalu motivasi dengan dorongan mencari ridho ilahi.

Berikutnya, jangan sekali-kali berhitung matematis, sebab rezeki itu dinamis. Tak melulu bisa dihitung secara materialis. Siapa yang jamin saat istri bekerja dengan penghasilan besar kebutuhan keluarga pasti tercukupi.

Bisa jadi justru kesabaran kita dengan keterbatasan penghasilan suami lah yang malah bikin yang sedikit jadi berkah. Sedikit tapi Allah hindarkan penyakit. Sebaliknya, besar tapi selalu bocor. Ada saja keperluan tak terduga.

Yah itulah rezeki. Dia bukan ilmu pasti yang bisa diprediksi. Bahkan ada yang bilang, "jika anda bisa menghitung berapa rezeki anda di masa datang, maka segera cek keimanan anda, sebab rezeki hanya Allah yang tahu." Betul sekali. Kita ini sering menghitung-hitung sendiri sampai kadang berbuat sesuka hati. Nastagfirullah.

Kelima, jangan ketinggalan, gencarkan taqorub ilallah dengan amalan wajib dan sunah-sunah nafilah. Sebelum berkeluh kesah pada manusia apalagi di dunia maya, kisahkanlah segalany pada Allah. Bermunajatlah pada-Nya. InsyaAllah siapa yang bersandar padanya akan selalu kokoh menghadapi ujian sebesar apapun.

Terakhir, jangan lupa aktiflah dalam perjuangan mengembalikan sistem Islam. Semakin kita merasakan sulitnya menjadi rumah tangga ideal di zaman yang dikuasai para kapital. Maka kita harus makin getol mendakwahkan Islam sebagai ideologi.

Sebab hanya dengan mengembalikan posisi Islam sebagai pengatur kehidupan sajalah semua kondisi sulit saat ini bisa diakhiri. Dan Allah pun telah berjanji akan jadi penolong orang yang menolong Agama-Nya. Kalau sudah Allah yang jadi penolong kita, apalagi yang dikhawatirkan?

=Umi Diwanti=

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates