Jadikan Sekolah dan Kuliah Sebagai Ladang Dakwah


"Pengen sih Kak aktif dakwah, tapi saya masih sekolah/kuliah. Gak ada waktu lagi. Sekolah sampai sore. Sabtu ektrakulikuler. Minggu buat keluarga, ngerjain tugas sama istirahat."

Solihah, coba kita lirik lagi status dakwah bagi muslimah itu sebenarnya apa. Mubah, hanya sunah atau wajib?

Jika kita meyakini dakwah adalah wajib. Apalagi dakwah menegakkan khilafah adalah mahkota kewajiban. Akankah kita rela menampiknya?

Apakah ada hujah kita jika kelak Ia menanya kenapa kita tidak mengamalkannya?

Apakah kita akan mengalasankan sekolah dan kuliah sebagai pemghalang dakwah? Padahal keduanya sama-sama wajib. Itu sama aja kita bilang Allah gak realistis mewajibkan sesuatu pada makhluknya. Beranikah?

Parahnya lagi, saat kita bilang tak punya waktu buat dakwah. Kita masih bisa nonton TV dan main HP berjam-jam dalam sehari. Masih bisa jalan-jalan sama teman-teman ke Mall, nonton atau nyantai di cafe. 😓

Tapi juga jangan sebaliknya. Menjadikan dakwah sebagai pembenaran untuk tidak belajar dan lalai dari tugas-tugas sekolah/kuliah.

Ingat, image pengemban dakwah akan mempengaruhi pandangan orang terhadap aktivitas dakwah dan bahkan kelompok dakwahnya.

Kadang banyak yang menolak dakwah bukan karena ide yang dibawa salah. Tapi karena secara tak sadar kita para pengembannya menorehkan gambaran buram tentang dakwah.

Ya sering absen lah, tugas asal-asalan, atau kuliah gak kelar-kelar. Meski kita tidak menyebutkan dakwah sebagai alasan. Mereka pasti akan mengaitkan. "Tu kan gegara terlalu sibuk organisasi dakwah, kuliah jadi gak bener."

Gak salah kalau akhirnya orang enggan kita ajak berdakwah. Mereka takut jadi seperti kita, lalai dengan sekolah dan kuliah.

Maka pada saat itu kita telah meruntuhkan bangunan dakwah yang sekuat tenaga kita bangun. Jadi, proporsional lah dalam dakwah dan sekolah/kuliah. Dan ini letaknya pada manjemen diri dan waktu.

Adapun untuk menghadapi ritme sekolah/kuliah yang akhir-akhir ini memang disetting fulltime. Pengemban dakwah memang harus punya strategi. Berikut adalah diantaranya yang bisa dicoba.

Pertama pilihlah sekolah/kuliah yang jadwalnya masih memungkinmu untuk ngaji dan dakwah. Syukur-syukur kalau di sekolah atau tempat kuliahnya ada akses untuk dua hal itu.

"Tapi kan, jurusan yang saya inginkan adanya di sekolah yang memang super padat. Gimana dong?"

Setiap pilihan ada resiko. Satu hal, jangan pernah ambil resiko akhirat. Itu berat! Kamu gak akan kuat. Pilih lah resiko yang bisa ditanggung di dunia. Jika memang di situ pilihanmu, bersiaplah menanggung pengorbanan ekstra. Jika sudah diniatkan pasti bisa.

Kedua, selektif memilih kegiatan tambahan semisal ekstrakulikuler. Pilih yang bisa membuka peluang dakwah. Maksimalkan usaha, jangan terlarut. Warnai jangan sampai malah terwarnai.

Jika tidak bisa, lebih baik tidak usah ikut. Lumayan waktunya bisa buat amal wajib lainnya. Ngaji, dakwah atau birulwalidain.

Ketiga, jadilah pelajar berprestasi. Tak harus lewat nilai akademis karena masing-masing orang berbeda kemampuan. Bisa dengan menggali potensi diri lalu persembahkan untuk sekolah.

Misal ada lomba dai atau debat. Pengemban dakwah biasanya tak asing dengan ini. Unjuk prestasi sekalian kesempatan menyampaikan nilai Islam di dalamnya.

Atau setidaknya miliki prestasi dalam berkhidmat pada guru. Ini harus. Bagaimana pun kondisi guru kita. Hormati dan sayangi. Kalau perlu kunjungi satu per satu. Insya Allah mereka akan mengenali kebaikan kita.

Jika branding diri kita posotif. Insya Allah otomatis menaikan branding dakwah dan organisasi dakwah yang kita tumpangi. Peluang dakwah pun akan terbuka.

Bisa jadi kita dipercaya untuk merancang agenda ke-Islaman, mencari pemateri bila ada kegiatan keagamaan. Setidaknya beliau akan menangkal jika ada isu negatif tentang dakwah kita. Ini luar biasa bukan?

So, gak akan ada masalah ngaji dan dakwah saat masih sekolah/kuliah. Malah bisa saling memaksimalkan. Insya Allah berkah melimpah. #YukAh

=Umi Diwanti=

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates