Di kampung saya setiap menguburkan jenazah ada prosesi yang dinamakan talakin atau talkin.
Isinya adalah mengingatkan pada si mayit bahwa ia sekarang sudah berada di alam barzah. Bahwa nanti akan ada dua orang malaikat yang akan menanyainya.
Dikatakan oleh yang menalkin, jangan takut karena kedua makluk tersebut adalah juga makhluk Allah seperti halnya kita.
Diingatkan agar mayit menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan lantang. Lalu dicontohkan beberapa pertanyaan dan jawabannya.
Siapa Tuhanmu?
Siapa nabimu?
Apa agamamu?
Dimana kiblatmu?
Siapa imammu?
Siapa saudaramu?
Jawablah bahwa tuhanku Allah.
Nabiku Muhammad.
Islam agamaku.
Kiblatku ka'bah.
Imamku adalah Alquran.
Saudaraku adalah sekalian kaum muslimin.
Sejatinya talkin ini adalah mengingatkan pada yang hidup. Yang saat itu sedang mempersaksikan prosesi penguburan. Bahwa semasa hidup lah kita harus memperjuangkan agar kelak lisan kita bisa fasih menjawab dengan jawaban yang dicontohkan tersebut.
Karena sungguh, bagi mayit itu tak ada daya dan upayanya kecuali atas apa yang ia telah upayakan semasa di dunia. Dan amal jariyah serta anak solih yang mendoakan.
Pertanyaan bagi kita yang hidup, mungkinkah lisan kita bisa fasih menjawab Allah tuhanku jika semasa hidup kita lebih menuhankan materi, popularitas atau profesionalitas kita. Tugas dari atasan atau urusan bisnis lebih kita takuti untuk ditinggalkan dibanding taklif dari Allah.
Bisakah kita menjawab dengan lantang bahwa nabi kita Muhammad Saw dan Islam agama kita. JIka semasa di dunia kita justru menentang syariat Islam yang dibawa oleh Muhammad Saw.
Atau menerimanya sebagian tapi menolak bagian lainnya. Yang mudah diambil, yang susah ditinggal. Aturan ibadah dipakai. Aturan bernegara dinistakan.
Sistem kekhilafah dimonsterisasi. Difitnah sebagai perusak persatuan dan kebhinekaan. Padahal ia adalah ajaran Islam yang terbukti mampu berikan kebaikan bahkan menjadi kabar gembira bagi manusia sebagaimana hadist Rasulullah Saw.
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) yang zalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” Beliau kemudian diam.
(HR Ahmad dan al-Bazar).
Bisakah menjawab dengan tegas bahwa kiblat kita adalah ka'bah, sementara saat di dunia wajah kita jarang kita hadapkan ke sana. Terlalu sibuk dunia sampai-sampai sholat saja hanya kadang-kadang.
Bisakah kita mengucapkan bahwa imam kita Alquran. Sementara saat di dunia, membacanya saja kita tak bisa. Atau masih banyak salahnya karena tidak sungguh-sungguh mempelajarinya. Atau fasih membaca tapi tak pernah mengerti apalagi mengamalkan.
Padahal imam itu artinya ikutan. Yang diperintahkan harus dilakukan, yang dilarangnya harus ditinggalkan. Ibarat kompas, hati dan pikiran kita mestinya mengikuti kemanapun petunjuknya.
Dan satu hal tak kalah penting. Bagaimana bisa kita bisa menjawab bahwa saudara kita adalah kaum muslimin. Sementara kita jauh lebih memperhatikan orang-orang kafir. Menjaga sekali perasaan orang kafir sampai-sampai diksi kata yang bersumber dari Alquran pun dilarang untuk diucapkan.
Sedangkan pada sesama muslim dengan mudah melontari mereka sebutan radikal, intoleran bahkan tetorisme. Permahkah terpikir bagaimana perasaan saudara seiman kita saat berbagai label negatif itu dihujamkan.
Bahkan tak jarang fisik mereka pun disakiti. Hanya karena mereka mendakwahkan Islam pada ranah yang bisa membahayakan eksistensi para kafir penjajah. Dakwah tentang sistem kehidupan.
Karena tegaknya Islam dalam sebuah sistem adalah lonceng kematian bagi neoimperialisme global yang diemban orang-orang kafir penjajah.
Berhati-hatilah! Jangan sampai kita jadi kaget sendiri, jika saat itu mulut kita justru akan menjawab dengan lantang bahwa saudaraku adalah kafir. Naudzubillah tsumma naudzubillah.
Semoga kita semua senatiasa menyiapkan jawaban talkin. Dengan persiapan yang sesungguhnya. Yaitu menyelaraskam amal perbuatan kita dengan hukum syara yang Allah tetapkan. Mulai sekarang. Selagi umur masih ada. Esok belum tentu masih milik kita.
=Umi Diwanti=
Baca Juga: Antrian yang Tak Diinginkan
Merinding baca tulisan nya mba, makin tua makin takut mati, takut kurang amal dsb nya. Mudah2’an kita berkumpul di surga dengan orang2 mukmin yg soleh solehah lain nya. Belakangan ini memang sedih islam dituduh radikal, ulama para pemuka agama diperlakukan *yah begitu lah yg bikin geleng2 kepala ��
BalasHapusSemoga kita semua bisa khusnul khatimah ya mba.. Jadi merinding..aamiin
BalasHapusMereka kepanasan lah dikatai kafir, padahal artinya tidak merendahkan seperti mereka melabeli orang di luar mereka dengan istilah hewan2. Maknanya sebenarnya jiwa mereka yang menolak dikatakan kafir karena jiwa mereka tau mereka berasal dari Dzat Pencipta yang Maha Agung yang tidak bisa disekutui dengan apapun
BalasHapusPeer umat muslim sekarang terutama adl ukhuwah islamiyah. Byk sesama muslim yg tercerai berai krn tak bs menjaga lisan dan jari. Smg kita tmsk dalam muslim yg bs saling menjaga ukhuwah islamiyah ya mba..
BalasHapussedih banget kalau melihat standar ganda yang terjadi beberapa tahun terakhir,ya. umat islam semakin hari semakin terpecah padahal seharusnya kita bersatu
BalasHapusAduh aku jadi deg-degan mbak baca begini. Sungguh tulisan yang berfaedah mbak.
BalasHapus