Mengakhiri Kisah Sedih 'Oemar Bakrie'



"Guru dibayar murah untuk memperbaiki generasi. Artis dibayar mahal untuk merusak generasi." Anekdot yang tak bisa dipungkiri. Meski tidak bermaksud menjeneralisasi posisi artis sebagai perusak. Tapi dari segi upah yang diterima, faktanya memang sangat jauh berbeda.

Hingga detik ini masih banyak guru yang mempersembahkan waktu, tenaga dan pikirannya penuh waktu hanya mendapat gaji 400 ribu. (kumparan.com, 13/4/2109).

Bisa dibayangkan, cukup untuk apa uang sebesar itu dalam sebulan. Untuk sendiri pun kurang, apalagi bagi guru laki-laki yang telah berkeluarga. Bahkan jika jarak rumah dan sekolah cukup jauh, untuk bensin pun pas-pasan.

Yang lebih menyedihkan lagi, gaji yang minim itu pun tidak selalu diberikan tepat waktu. Seperti yang terjadi lagi di awal tahun ini, 1.397 orang guru honorer sudah tiga bulan belum menerima gaji (m.kalsel.prokal.co, 7/3/2019).

Itu baru informasi terkait guru yang datanya tercatat sebagai guru honor daerah. Belum lagi guru honor biasa yang namamya belum terdaftar atau para guru ngaji/ guru TPA. Tidak menutup kemungkinan banyak yang nasibnya lebih memprihatinkan. Inilah kisah sedih para 'Oemar Bakrie' di negeri ini yang masih lestari hingga kini.

Kecilnya gaji yang diberikan tentu saja ada kaitannya dengan kemampuan kas negara. Ditambah lagi adanya dikotomi antara pegawai negeri dan non negeri. Sehingga gaji guru honorer sangat jauh berbeda dari pegawai negeri. (Meski untuk pegawai negeri sendiri pun bisa dikatakan masih belum mendapatkan yang terbaik jika dibanding jasa besarnya dalam mendidik generasi.)

Padahal harusnya upah diberikan berdasar kerja bukan status pegawai negeri atau tidaknya. Karena tugas mereka sama, bahkan kadang guru hononer lebih banyak. Diminta tolong ini itu sulit menolak, karena seolah mereka memang ditempatkan untuk membantu banyak hal di sekolah tersebut.

Selanjutnya adalah bahwa masalah ini berkaitan erat dengan kebijakan penentuan pos pemasukan dan pengeluaran negara. Di negeri yang mangadopsi sistem kapitalis, sudah ditetapkan bahwa pos pemasukan utama adalah pajak dan hutang.

Dua pos ini selain ujung-ujungnya memberatkan rakyat, juga sangat terbatas. Karenanya sulit untuk mencukupi segala kebutuhan masyarakat secara maksimal. Termasuk biaya pendidikan yang pastinya tidak sedikit.

Sementara sumber daya alam (SDA) yang merupakan sumber pendapatan potensial terbesar di negeri ini justru diserahkan pengelolaannya pada pihak swasta. Wajar jika kemudian negara tidak mampu memberikan upah yang layak bagi para guru. Karena pos pendapatan yang seharusnya masuk ke negara justru dinikmati oleh swasta, para pemilik modal/ kapital.

Menilik ke dalam sistem kehidupan Islam, di sana kesejahteraan para pendidik generasi sangat diperhatikan. Di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab, seorang guru pengajar Alqur'an saja digaji sebesar 15 dinar (63,25 gram emas).

Jika harga emas 500 ribu rupiah/ gram, maka gaji guri TPA kala itu senilai kurang lebih 32 juta rupiah. Ditambah jaminan pemenuhan rumah, kendaraan, bahkan pasangan. Sebagaimana hadis Nabi dalam hal pemenuhan hak pegawai negara.

Rasulullah SAW bersabda: “Siapapun yang menjadi pegawai kami hendaklah mengambil seorang istri, jika tidak memiliki pelayan , hendaklah mengambil seorang pelayan, jika tidak mempunyai tempat tinggal hendaknya mengambil rumah. (HR. Abu Dawud)

Perhatian besar pada para pengajar ini otomatis membuahkan hasil yang juga sangat besar. Pendidikan Islam saat itu mampu hadirkan banyak ilmuan hebat kelas dunia. Luar biasanya lagi, para ilmuan itu sekaligus adalah para ulama.

Siapa yang tidak kenal Ibnu Sina bapak kedokteran, Ibnu Firnas penemu cikal bakal pesawat terbang, Al-Khawarizmi pakar matematika dan masih banyak lagi ilmuan Islam yang karya mereka menjadi inspirasi dan rujukan para ilmuan lain dari berbagai penjuru dunia. Hal ini pernah diakui Barack Obama dalam pidatonya 5 Juli 2009.

“Peradaban berhutang besar pada Islam. Islamlah—di tempat-tempat seperti Universitas Al-Azhar—yang mengusung lentera ilmu selama berabad-abad serta membuka jalan bagi era Kebangkitan Kembali dan era Pencerahan di Eropa." (http://jakarta.usembassy.gov.)

Dari segi akad, Islam pun sangat memperhatikan. Upah ditentukan berdasar kesepakatan dua belah pihak dengan penuh keridhaan dan dengan standar kelayakan upah yang baik.

Waktu pembayarannya pun ditetapkan sesuai akad. Bahkan Rasulullah memerintahkan untuk membayar upah pekerja sesegera mungkin. “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).

Islam tidak mengenal adanya penundaan gaji pegawai dikarenakan tahun anggaran baru. Baik karena dana belum turun atau alasan birokrasi lainnya. Dalam sistem keuangan Islam, pos masuk dan keluar tidak dirancang tahunan. Sehingga bisa keluar kapan saja diperlukan. Sesuai keperluan.

Tidak ada plafon/batasan anggaran untuk pelayanan kebutuhan umat. Semua akan dikeluarkan kapan pun sebesar kebutuhannya. Jikapun negara sedang mengalami defisit, gaji para pegawai adalah salah satu yang tetap harus dibayarkan oleh negara.

Jika sumber pemasukan negara sedang tidak memadai, negara bisa menempuh cara mencari pinjaman non riba dari masyarakat yang kaya atau negara lain dengan catatan tidak membahayakan eksistensi negeri.

Jika sangat kepepet barulah negara menarik pajak dari warganya. Itu pun hanya dari orang kaya dan hanya sementara saja. Hanya sampai keuangan negara normal kembali. Tidak permanen dan pukul rata seperti saat ini.

Dengan kebijakam yang demikian, sepanjang penerapan Islam, kehidupan rakyat senantiasa terpenuhi kebutuhannya. Karena apa yang ditetapkan syariat pastilah akan menjamin kebutuhan manusia.

Dengan demikian mengakhiri kisah 'Oemar Bakrie' dalam Islam bukanlah perkara utopi. Masalahnya saat ini hanyalah bagaimana menumbuhkan kesadaran di tengah maayarakat, bahwa yang diperlukan saat ini bukanlah sekedar janji. Tapi diperlukan sosok pemimpin yang berani mencampakkan sistem kapitalis yang terbukti menyengsarakan.

Kembali pada sistem Islam warisan Rasulullah yang terbukti mensejahterakan selama belasan abad. Memberikan yang terbaik pada para guru dan seluruh manusia. Secara bersamaan menjadikan generasinya sebagai pemimpin peradaban dunia.

"Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.” (Will Durant – The Story of Civilization)

Oleh: Wati Umi Diwanti
*Ditulis untuk media cetak lokal Kalsel, 22/3/19

8 komentar :

  1. Serius Obama ada ngomong gitu mba?? Waah, ga nyangka aja. Eh, kalo Trump yg ngomong gitu baru deh ya ajaib. Hihihi...

    Nah, soal Oemar Bakri ini bikin miris emang mba lah, kawan saya yg guru Honor dan dia kepala keluarga jadi kelimpungan menafkahi keluarga kecilnya, hutang sana sini terpaksa.

    BalasHapus
  2. Kebetulan orang Tua ku pernah jadi guru honorer dan sekarang aku yang jadi guru honorer �� jadi setuju dengan tulisan mba yang ini. Semoga nasib siapa pun Akan bertambah Baik nantinya ��

    BalasHapus
  3. iya sedih ya kalau digaji kecil gt hiks..bener jg, sementara artis digaji gede..eh dibayar maksudnya.semoga pemerintah segera membenahi soal gaji guru ini ya.tapi kayaknya temenku yang guru PNS udah bgs loh gajinya, pengakuan dia si.smg bener..

    BalasHapus
  4. Bener bgt sekarang gajih itu kalo menurut Eny kurang realistis buat seorang guru.

    BalasHapus
  5. Iya aku sedih banget biasanya dengar cerita temanku. Ngajarnya sampai seharian, tapi kok ya gajihnya malah kecil banget gitu. Harapannya sih semoga gajih guru ini lebih ditingkatkan lagi, karena berjasa banget udah ngajarin anak orang gitu ya,

    BalasHapus
  6. salut banget sama tenaga honorer apalagi guru yang mau menerima gaji kecil. semoga saja ke depannya kesejahteraan tenaga pendidik kita lebih diperhatikan

    BalasHapus
  7. Tenaga2 honorer skrg terutama guru bayarannya Ya Allah.. Masih 2x lipat lbh gede gajih ART. Disitu akutuh pengen nangis rasanya. Padahal guru honorer ini biasanya muda n semangatnya msh tinggi2nya.

    BalasHapus
  8. Iya, sedih banget ya Mbak dg sistem pendidikan kita saat ini. Kuranngya sistem yg bagus utk para guru, pasti berpengaruh terhadap keberlangsungan pendidikan di Indonesia.

    BalasHapus

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates