Kenapa bukan From Zero to Hero sekalian? Pertama sudah terlalu mainstream, kedua, dan ini alasan utamanya. Karena sampai sekarang pun saya belum jadi hero. Xixiii..
Dalam kesempatan istimewa ini saya mau sampaikan bahwa saya dulunya benar-benar nol di dunia literasi/kepenulisan. Istilahnya, “Jangankan menulis, membaca saja saya sulit”.
Jadilah saya mencukupkan diri sebagai pembaca pasif. Silent rider.
Menjadi pengagum rahasia tulisan dan status teman-teman yang menurut saya bagus-bagus.
Apalagi setelah saya pernah dapat amanah nulis, tapi karena sama sekali tidak punya maklumat yang namanya opini itu seperti apa, ya saya asal nulis aja. Walhasil semua tulisan diminta rombak.
Sejak saat itu saya angkat tangan masalah nulis. Cukuplah saya jadi pembaca dan peng-copas tulisan orang jika saya rasa bagus.
Sampai suatu hari tuntutan dakwah mengharuskan saya menjadi perantara antara tim penulis dan tim media/editing. Awalnya lancar dan tetaplalh saya jadi pengagum tulisan teman-teman yang lalu lalang melewati email saya.
Tiba masanya tak satupun tim penulis setor tulisan. Sementara saya harus buat laporan. Akhirnya daripada laporan kosong, saya putuskan nulis semampu saya. Asli saya nulis awal itu demi laporan semata. Plis jangan ditiru ya temans.
Kejadian terus berulang hingga saya pun harus terus menulis. Tapi memang kali ini beda dari saat pertama saya menulis. Saya yang sudah sering baca tulisan tim penulis secara tak sadar mengikuti pola mereka.
Yang mengagetkan itu, saat tim media mengirim foto surat kabar yang di dalamnya ada nama saya. Saya sampai melototi tu gambar berkali-kali. Masak iya ini nama dan tulisan saya? Atau saya lagi mimpi. Tak bermimpi tulisan bisa tayang. Tapi rupanya inilah cara Allah membuka pikiran dan hati saya.
Sejak saat itu dogma saya pada diri sendiri bahwa saya tidak bisa. Bahwa menulis itu bukan bakat saya, semua pupus. Ternyata segala sesuatu itu bisa jika kita mau berusaha dan tentu saja mencoba.
Semoga kisah saya ini bisa membuat teman-teman yang masih meragu untuk menulis menjadi yakin. Intinya banyaklah membaca, belajar dari tulisan orang yang sudah gol menghiasi lembar media. Baca terus dan latih terus, jangan lupa berdoa insya Allah siapapun kita pasti akan bisa.
Bagaimana rasanya tulisan perdana gol di media? Panas dingin, hidung kembang kempis, kalau kata Mak Tum, mengkrok. Hihi. Tu gambar diliatin terus gak putus-putus. Dan seperti ada kekuatan tak tertahankan jari ini mau nulis lagi dan lagi. Apalagi setelah tulisan-tulisan berikutnya juga dimuat lagi dan lagi. Hmm, nagih deh. Nulis jadi candu.
Mungkin pertanyaan berikutnya adalah, dari mana dapat idenya buat nulis? Kalau saya dari mana saja yang sekiranya saya nyaman menulisnya. Terus terang saya tipe yang susah nulis sesuai pesanan. Kalaupun ada tema pesanan tapi saya kesulitan jika alur dan angel yang diangkat harus serupa dengan pesanan.
Jadilah saya suka mengambil tema dan angel yang beda. Untuk di awal-awal saya rasa ini baik untuk saya. Sebab kalau saya paksa sesuai pesanan saya malah gak nulis-nulis. Tapi tentu saja tulisan kita bermuara pada yanga sama. Agar umat semakin paham dan merasakan indahnya Islam lalu mulai merindukannya hingga mau berjuang untuk menghadirkannya kembali.
Setiap peristiwa, berita atau bahkan perbincangan apapun selalu saya pikirkan agar bisa bermuara pada dakwah. Saat ketemu alur yang pas, saya biasa mengingat-ngingat kata kunci alurnya dengan mengulang-ngulangnya jika memang tak berkesempatan untuk langsung menuliskannya di HP atau kertas. Misal pas di jalan atau lagi rempong.
Misalnya dulu pernah heboh om tolelot om. Saya tahunya hanya dari grup WA karna jarang buka sosmed dan belum ada TV. Saya jadi miris, betapa umat itu ingin bahagia. Dan yang mereka tahu ikut apa yang sedang viral itu keren dan bikin mereka bahagia. Lalu saya bahas bagaimana seharusnya mencari kebahagiaan. Dan negara lah yang punya andil paling besar untuk mengarahkan rakyat pada kebahagiaan hakiki.
Alhamdulillah tayang meski jumlah katanya melebihi kuota yang biasa mereka muat. Yang penasaran bisa baca ini Euforia Om Telolet Om.
Tapi harap maklum tulisanny masih sangat bergelambir. Sebab saat itu belum ikut kelas bu Asri. Setelah ikut kelas lanjutan revo Alhamdulillah tulisan saya berikutnya lebih langsing. Heee
Pernah juga heboh masalah poligami, karena salah satu ustadz yang mempost foto beliau bersama istri-istrinya. Dan ada salah satu status kontra poligami yang gak enak banget dibaca karena memelintirkan ayat-ayat poligami.
Di sisi lain saat itu ada serangan bahwa Islam itu zalim. Karena membolehkan poligami yang menjadikan perempuan sebagai korban. Saya pikir harus ada tulisan yang mempu mengkanter opini miring tersebut. Jadilah tulisan ini JANGAN MUSUHI POLIGAMI
Satu lagi pengalaman saya, saat grup WA dibanjiri tulisan tentang penyesalan seorang sahabat Rasulullah pada dosa yang tidak sengaja dia lakukan. Semetara di media sedang ramai kisah artisa ketangkep ngobat sudah kesekian kalinya masih senyam senyum tanpa dosa.
Menurut saya ada fenomena kenapa ini bisa terjadi. Tentu saja tidak lepas dari bentukan lingkungan yang tentunya buah dari penerapan aturan. Maka jadilah tulisan ini: ANTARA JENNIFER DUNN DAN TSA'LABAH
Wah kayaknya kepanjangan ya. Pokonya setiap peristiwa bisa jadi bahan tulisan kita. Sharingnya cukup dulu, dari pada malah jadi eneg bacanya. Maklum penulis itu memulainya susah. Kalau sudah mulai, berhentinya juga susah. Xixixii.
Yang masih mau baca-baca tulisan opini saya lainnya bisa kunjungi BLOG UMI DIWANTI. Untuk contoh artikel cari di bagian artikel.
Intinya menulislah apa yang kita pahami. Dan teruslah menambah pemahaman agar banyak yang bisa kita tuliskan. Ups, ini sih nasihat buat diri saya pribadi.
Jujur, semakin hari saya semakin merasakan, menulis itu seperti menuang air dari teko. Agar bisa terus mengalir, teko juga perlu terus diisi. Dengan tsaqofah dan pemikiran sebagai konten, juga ilmu kepenulisan sebagai seni penyajian.
Menjadi keluarga besar revo adalah keniscayaan untuk bisa terus mengisi teko milik kita. Selanjutnya, tuangkanlah perlahan namun kontinyu. Umat menanti aliran air dari teko kita. Jika tidak, jangan salahkan jika mereka akhirnya memilih kucuran khamr dari para cukong kapitalis.
Salah khilafnya saya mohon maaf, sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak pada bu Asri dan teman-teman smua yang bersedia menyimak sharing seadanya dari saya.
=Umi Diwanti=
Disampaikan di grup telegram keluarga besar revowriter, 12 Desember 2018
Baca Juga: Tips Menulis Bagi Pemula
Baca Juga: Tips Menulis Bagi Pemula
Perjuangan yang luar biasa untuk mencapai gol...salut mbak
BalasHapusMakasih banyak Mbak Latana Magenta Hermosa
Hapus