Pertanyaannya kurang lebih begini. "Bagaimana mendidik anak sebagai ibu pekerja? Pulang kerja pekerjaan rumah sudah menanti. Bagaimana agar tetap bisa mendampingi murojaah, belajar dan dll?"
Saya coba jawab sebagai berikut:
1) Harus kita pahami dulu status hukum mendidik anak dan bekerja bagi perempuan. Tugas utama perempuan adalah sebagai ummu warobatul bait. Ibu dan pengatur rumah tangga. Sehingga hukum mendidik anak bagi perempuan adalah wajib. Sedang bekerja adalah mubah. Dalam syariat, urutan amal adalah, wajib-sunah-mubah. Maka jelaslah mana yang harus diutamakan lebih dulu.
2) Mubah bukan berarti tidak boleh. Hanya saja sebelum memutuskan mengambil yang mubah tentunya kita harus berhitung lebih dulu. Apakah yang wajib masih bisa kita lakukan. Jika pun masih bisa, maka sadarilah, dengan mengambil yang mubah otomatis kita akan lebih lelah. Itu resiko yang harus siap kita tanggung. Saat orang lain tertidur kita masih berjaga membereskan pekerjaan rumah yang tertunda karena harus mendampingi ananda.
3) Buat list aktivitas selama 24 jam. Diurutkan sesuai skala prioritas. Wajib dulu, sunah, baru mubah. Tetapkan waktu untuk bisa benar-benar mendampingi anak. Jika tidak ditemukan, pangkaslah yang mubah. Jangan pernah berpikir memangkas yang wajib.
4) Jadikan jadwal bersama anak yang sudah dibuat tadi menjadi efektif dan berkualitas. Menyenangkan dan bermuatan pendidikan. Tak harus mahal dan ribet. Misalnya sempatkan main air di kamar mandi atau hujan-hujanan bersama anak akan memberikan kesan mendalam pada anak.
Mereka akan merasakan sekali keberadaan kita meaki tidak terlalu lama. Pada saat mereka senang, kita minta mereka murojaah, latihan berhitung atau apa saja insya Allah mereka akan mau.
Misal anak laki-laki kami yang 4 tahun, sangat suka main perang-perangan (kelahi-kelahian). Maka ini tugas sang ayah. Meski lagi capek, tetap disempatkan. Si lanang sepakat kalau si Abi berhasil pegang kepalanya maka dia harus membaca satu kata dalam surah beserta artinya. Dan si anak senang.
Bermain sambil belajar. Paling 15-30 menit, anak merasa capek dan puas akan kebersamaan bersama kita. Biasanya setelah itu mereka akan balik lagi main sendiri. Dan kita pun bisa melakukan kerjaan lain yang harus kita kerjakan.
5) Perlu sekali untuk membicarakan visi misi pendidikan anak pada pasangan. Apa yang diinginkam pada anak dan bahwa untuk sampai ke sana adalah tanggung jawab bersama. Saling bantu. Tapi jangan sampai bertukar peran. Selain ini bisa menyebabkan pergeseran kepemimpinan dalam rumah tangga yang bisa menimbulkan bibit kerapuhan keluargan. Juga merupakan pelalaian terhadap aturan yang Allah tetapkan.
6) Terpenting adalah membersamai anak dengan teladan. Saat meminta anak belajar dan murojaah, maka kita pun harus melakukannya. Saya alami sendiri bahwa saat meminta anak berbuat sesuatu dengan lebih dulu kita lakukan jauh lebih gampang dibanding kita hanya modal nyuruh.
Semoga bermanfaat.
=Umi Diwanti=
Baca juga:
Tips Agar Tidak Sering Marah-marah pada Anak
Dulu pernah berada di posisi ini, repot dan capek karena seperti nggak berhenti. Beruntung keluarga (ibu) dan anak mendukung jadi semua berjalan baik.
BalasHapusIya Mba mmg harus kuat klo mau ambil pilihan ini. Dan dukungan klrg sgt diperlukan
Hapusi have been there,dan akhirnya ya seperti saat ini.memangkas yang mubah.hehehe
BalasHapusSama Mba, saya pun akhirnya memilih. Walaupn skr ngajar lg tp hanya ambil porai mini dan krn ada yang diincer. Mw nambah hafalan, klo drmh kurang kuat dorongannya. Hee
Hapusyang poin nomor 3 itu sering juga aku terapkan (walaupun diriku masih single). Hehe.. tulisannya keren mbak.
BalasHapussebagai ibu bekerja memang kerap dilanda rasa bersalah sih. kadang pas sama anak di rumah bukannya menemani malah kadang marah-marah. huhu
BalasHapusSaya belum bisa memangkas yang mubah. Hehe. Akan tetapi saya sadar saya bukan malaikat. Kadang saya juga lelah dan merasa salah. Syukurnya suami selalu mendukung. Sempat hdk berhenti bekerja tapi selalu tidak jadi.
BalasHapus