Salam..
Alhamdulillah kita katemu lagi, makasih banyak sudah mau mampir dan baca goresan alakadarnya ini. Sesuai judulnya bahwa saat ini kita hidup di zaman perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sangat pesat. Jika dulu zaman saya, anak-anak asik koleksi kertas, amplop dan perangko. Mainannya pun rata-rata dari alam. Masak-masakan pakai ampas kelapa, ilung (eceng gondok), gedang pisang, dll.
Berenang di sungai, mengaji di musola, main petak umpet atau tali, main panca pakai tutup botol, main sihi pakai bola kecil dan rumah kerang. Atau main BP-an (bongkar pasang), manusia-manusiaan dan aneka baju-baju dari kertas. Selain itu kalau di Banjar ada permainan namanya haga'an, gobak sodor mungkin, atau apalah namanya jika di daerah lain.
Pastinya zaman dulu itu mainan anak itu dari alam dan kebanyakan pakai fisik. Jadi setelah selesai mainan biasanya pada lapar dan makannya pada lahap. Xixixii. Jadi ibu zaman old dulu pada pinter masak karena yang jual makanan jadi juga langka.
![]() |
Beginilah kurang lebih suasana kecilan saya dulu. Tanpa gadget, sungai adalah salah satu sumber bahagia kami. 😄 |
Wah pasti sedang kebayang masa kecil kan? Yang kenal dengan permainan yang saya sebutkan pastinya kita lahir di era yang sama. Yang tidak tahu bisa juga sih karena beda daerah beda sebutan mainannya. Yang pasti saat itu tak ada namanya gadget di tangan kita. Iya kan? Hee
Kalau saya ingat-ingat saat itu ibu-ibu kita sibuknya menjaga kita agar jangan sampai luka karena suka ambil pisau dapur tanpa izin, buat main masak-masakan. Juga harus cerewet biar kami mandi di sungainya tidak terlalu lama. Mereka khawatir kami masuk angin atau terbawa air bah yang bisa datang tiba-tiba jika di daerah gunung terjadi hujan.
Tapi yang namanya anak kecil, biar sudah dinasehati, kalau sudah ke sungai mesti lupa pulang. Biasanya kalau dengan teriakan tak mempan, orangtua kami masing-masing datang ke sungai bawa kayu bakar buat ancaman. Kalau sudah gitu baru deh kami cepat-cepat sabunan dan pulang. Ha haa, dasar anak-anak.
Tapi yang namanya anak kecil, biar sudah dinasehati, kalau sudah ke sungai mesti lupa pulang. Biasanya kalau dengan teriakan tak mempan, orangtua kami masing-masing datang ke sungai bawa kayu bakar buat ancaman. Kalau sudah gitu baru deh kami cepat-cepat sabunan dan pulang. Ha haa, dasar anak-anak.
Btw, kalau ingat saat-saat itu kayaknya dunia damai sekali. Anak-anak benar-benar berada di dunia anak-anak. Tak seperti sekarang banyak anak dewasa sebelum waktunya. Kasus kriminalitas anak hampir tiap hari menghias berita. Ngeri!
Meminjam istilah dalam Islam yang mengatakan “waktu ibarat pedang”. Begitupun teknologi, ia ibarat pedang. Bisa menjadi penolong kita disaat kita perlu untuk memotong sesuatu atau melindungi kita dari musuh. Di sisi lain, jika kita tak lihai memainkannya, bisa jadi malah melukai tubuh kita sendiri. Itulah realita menjadi ibu di era digital.
Katakanlah gadget atau smartphone, rasanya tak mungkin bisa kita jauhkan dari anak kecuali kitapun menghindarinya. Bagi sebagian ibu mungkin bisa, tapi bagi sebagian lainnya termasuk saya, terus terang itu sangat sulit. Sebagai ibu dan manusia zaman now, saya merasa perlu banyak informasi dan ilmu untuk upgrading diri. Berbagai informasi dan kelas belajar on-line menjadi salah satu pilihan efektif bagi saya. San itu memerlukan gadget.
Artinya mau tak mau anak-anak saya pun akan bersentuhan dengan alat-alat digital yang saya pakai. Sementara efek negatif dunia digital juga selalu menghantui saya dalam mendidik anak-anak. Benar-benar dilema.
![]() |
Zaman now, hampir semua anak bersentuhan langsung dengan kemajuan TIK. |
Saya pribadi tidak ingin memilih kembali ke zaman purba yang jauh dari teknologi dan informasi. Tapi saya juga sadar sebagai ibu saya harus mampu membentengi anak-anak juga diri saya sendiri dari sisi negatif kemajuan teknologi dan informasi
Saya harus jadi ibu tangguh di era digital ini. Untuk tekad ini saya perlu kekuatan, dukungan dan lingkungan yang tepat. Bagaimana caranya agar kita lah yang menguasai teknologi agar menjadi hal yang produktif.
Produktif bagi saya tidak selalu identik dengan materi. Mampu mencetak generasi cerdas calon pemimpin masa depan adalah produktifitas tertinggi seorang ibu. Sebab segudang uang belum tentu mampu memperkokoh sebuah peradaban.
Buktinya banyak negara maju tapi krisis moral. Kriminalitasnya justru berbanding lurus dengan tingkat kemapanannya. Berbeda jika pendidikan generasi yang diutamakan. Sebuah bangsa pasti akan berjaya. Sisi materi/ekonomi otomatis akan mengikut.
Adapun produktifitas perempuan dari sisi ekonomi secara langsung, bagi saya itu bonus ekstra. Jika memang bisa, why not? Tapi yang terpenting tetaplah sebagai pendidik utama dan pertama generasi. Apalagi di zaman digital sekarang, sangat perlu keseriusan dan perjuangan.
Tugas kita bukan hanya melindungi anak dari luka main pisau. Tapi juga dari berbagai konten berbahaya yang bisa memutus urat syaraf anak-anak kita. Tidak hanya khawatir anak hanyut dalam air bah sungai, tapi juga dari banjirnya budaya yang bertolak belakang dengan nilai-nilai kesopanan bahkan agama.
Agar mampu menjalankan semua itu, saya pribadi memiliki beberapa tips menjadi ibu tangguh di era digital. Syukur-syukur jika bisa dipakai juga oleh para ibu lainnya.
Pertama, jadilah pembelajar seumur hidup. Ya, ilmu wajib dikejar bukan hanya oleh para pelajar tapi lebih lagi bagi kita para ibu yang sejatinya adalah para pengajar. Setidaknya untuk anak-anak kita atau sesama perempuan lainnya di sekitar kita.
Belajar yang utama dan pertama adalah ilmu agama. Dialah pondasi awal kokohnya manusia dan sebuah bangsa. Berikutnya adalah pengetahuan yang berkaitan langsung dengan kehidupan kita.
Karena kita saat ini menjadi ibu di era digital maka wajib bagi kita mengenal dan menguasai dunia digital itu sendiri. Kalau kita sendiri tidak paham, bagaimana caranya kita bisa mendampingi anak-anak untuk meraih sisi positif dan meninggalkan sisi negatifnya.
Kedua, berkumpullah dengan orang-orang yang positif. Teman akan sangat mempengaruhi seseorang. Karenanya saya yang kebetulan mulai mencintai dunia literasi mulai mencari-cari lingkungan yanga kondusif. Alhamdulillah ada seorang teman yang menceritakan pengalamannya bergabung di salah satu komunitas. Female Bloger of Indonesia (FBB).
Pikir saya, ini salah satu komunitas yang memang harus saya ikuti buat nimba ilmu. "Tapi umur blognya harus lebih 3 bulan Ka ai, pian rajin-rajin post tulisan aja dulu.” Kata teman yang sudah lebih dulu gabung. Oke, baiklah. Sambil menunggu waktu, saya post tulisan apa saja yang saya bisa tulis.
Singkat cerita sayapun diterima di komunitas tersebut. Senangnya luar biasa, mulai dari bimbingan dari admin yang super sabar dan telaten. (Soalnya saya gatek, makanya mau nimbrung biar tambah pinter, xixii). Juga sambutan hangat saat maauk grup WA.
Nah di FBB ini ada share link tulisan lalu kita saling berkunjung. Blog Walking namanya. Exited banget saya pas awal-awal ikut. Di sana saya temui berbagai jenis tulisan. Tentang kecantikan, parenting, tips-tips keseharian juga tentang IT.
Pas banget buat upgrade diri sebagai istri dan ibu. Ternyata bukan cuma itu, di sana juga pelan-pelan saya jadi tahu cara mengais rupiah bahkan dolar dari rumah dengan bermodal sarana digital yang ada. Wah ini benar-benar sisi positif kemajuan TIK yang saya cari.
Serunya lagi dari FBB saya jadi kenal Iwita. Kebetulan di Ultah FBB yang kedua tahun ini Iwita jadi salah satu sponsornya. Awalnya saya juga gak tahu tentang Iwita, setelah dapat info web dan akun sosmednya, sesaat saya berselancar ke sana.
Ternyata Iwita ini singkatan dari Indonesia Women IT Awareness. Sebuah organisasi perempuan Indonesia tanggap teknologi informasi. Visi, misi, dan kegiatan-kegiatannya keren abis. Nambah lagi komunitas yang saya cari-cari. Pokoknya Iwita ini sangat bermanfaat bagi semua perempuan di era digital seperti sekarang. Mau tahu lebih lengkapnya klik aja di sini, Iwita Iwita Iwita.
![]() |
Bagi yang ingin tahu Iwita lebih jauh, silakan simak di akun-akun ini. |
Bersama Iwita, saya yakin FFB benar-benar ‘blooming up’ seperti tema yang diangkat dalam Ultahnya kali ini. Yang pasti sayalah orang yang paling berbunga-bunga itu, apalagi saat hari H nanti. Ahad 7 Oktober 2018 di Fave Hotel Banjarmasin.
Gimana gak berbunga-bunga, saya bakal ketemu para mastah dan sahabat FBB yang super duper. Istimewanya lagi bakal ketemu juga dengan Bu Dhani, perwakilan Iwita Banjarmasin. So pasti kebutuhan saya menjadi ibu tangguh di era digital akan semakin terpenuhi.
Eh masih ada satu hal lagi yang bikin saya tambah berbunga-bunga. Nanti juga bakal ada salah satu mastah FBB yang sedia berbagi ilmu dan pengalamannya di dunia Blog. Kali ini beliau mau bisik-bisik gimana caranya memekarkan isi dompet dari nge-blog. Xixiii, seru kan?
Jadi makin gak sabar aja nunggu hari Minggu. Yang ingin tahu lebih banyak dan mungkin juga mau gabung jadi keluarga besar FBB bisa nih simak infonya di, Female Blogger of Banjarmasin. Bisa juga buka FP dan IG Female Blogger of Banjarmasin.
Ups, jadi ngelantur kepanjangan. Balik lagi ya, masih ada dua tips lanjutan nih. Udah kebayangkan dengan dua poin di atas insya Allah kualitas kita sebagai ibu akan terus meningkat. Hanya saja belum cukup hanya sampai di situ.
Selanjutnya, yang ketiga adalah menjalin komunikasi terbaik pada buah hati. Pada saat kita telah atau bahkan sedang berproses mengupgrade diri. Jangan lupa untuk selalu mengkomunikasikan apa yang sedang kita lakukan pada anak-anak.
Apa yang kita inginkan, apa yang sedang kita lakukan, ke mana kita bepergian dan lain-lain mereka harus tahu sehingga bisa mengerti posisi kita. Ya tentunya dengan bahasa yang mereka pahami.
Saya sendiri merasa banyak hal positif yang bisa saya dapati dari kehadiran dunia digital yang semakin canggih. Saya belajar nulis, belajar bahasa Arab, bahkan mengajar tahsin menggunakan alat digital yanga ada. Sampai-sampai suatu hari anak saya yang kedua protes. “Atiyya juga mau punya HP kayak Umi, masak Umi aja yang pegang HP terus”.
Wah saat itu saya merasa seperti tertampar juga, saat saya membatasi mereka pegang HP eh saya kemana-mana pegang HP. Ya baca berita, baca materi pelajaran kelas OL, menulis, bahkan mengajar dan jalin silah ukhuwah dengan tetangga, keluarga dan teman lama juga di HP.
Akhirnya saya mikir. Apa yang diprotes anak saya tidak salah, tapi yang saya lakukan juga tidak salah. Semua yang saya lakukan bukan hal sia-sia, tapi kalau anak saya yang pegang HP pasti ya cuma main dan nonton. Apalagi? Wong yang mereka bisa ya cuma itu.
Wah rupanya ada jurang yang harus dijembatani nih. Gak mungkin kan disama ratakan? Hmm, di sinilah komunikasi ibu anak menjadi jembatannya.
Akhirnya saya sampaikan ke anak bahwa apa yang saya lakukan dengan HP bukan main-main. Bahwa sebagai orang dewasa saya sebagai ibu juga wajib terus belajar, dan salah satunya lewat HP. Saya jelaskan juga alasan saya kenapa saya harus menulis. Dan sayapun mendorong mereka untuk menulis.
Saya juga selalu mengabarkan dan seringnya minta doa. “Nak Umi mau nulis tentang ini nih, doain ya dimuat di Koran A.” “Eh Umi mau ikut lomba nulis nih, nanti kalau menang hadiahnya buat pian.” Wah kalau sudah begini dijamin deh mereka gak bakal ngiri, malah mereka bakal mengingatkan kita buat segera nulis. Xixixi..
Komunikasi dan pendampingan sangat penting dalam proses pendidikan anak. |
Namanya juga anak-anak ada saat-saatnya dia masih suka merengek minta belikan HP. Saya sampaikan saja kalau sudah pinter nulis, barulah dia layak dapat HP. Untuk bisa membuat tulosan yang baik pastinya dia harus punya referensi. Maka saat itu gadget yang ada pastinya akan didominasi kegiatan literasi. Baca dan nulis. Saya berharap saat itu dia tak punya waktu lagi dalam kegiatan-kegiatan negatif dunia digital. Sambil terus kita dampingi. Setidaknya itulah yang bisa saya lakukan sekarang sehingga anak-anak tidak jadi pecandu HP tapi juga tidak merasa iri dengan orangtuanya.
Baca juga:
Saat Si Kakak Inginkan Rumah Mewah
Saat Ananda Bilang, "Mi Kita Pelihara Kucing Ya.."
Keempat, kunci tiga poin diatas dengan keteladanan kita. Komunikasi tanpa bukti ujungnya akan menimbulkan krisis kepercayaan. Seperti halnya apa yang sudah saya komunikasikan pada anak saya. Saya harus membuktikan bahwa apa yang saya katakana itu bukan sekedar alasan atau akal-akalan saya sebagai orang dewasa saja. Tapi beneran, saya menggunakan teknologi hanya untuk hal yang bermanfaat.
Anak saya bisa menyaksikannya langsung, bagaimana saya mengerjakan PR Bahasa Arab dengan menggunakan HP. Mengajar tahsin dengan HP dan jikapun ada grup-grup WA atau sosmed lainnya, semuanya grup-grup tempat saya menimba ilmu. Tidak ada grup dan aplikasi main-main di HP saya. Bahaya jika teladan itu tidak ada. Setebal apapun benteng pertahanan yang telah kita bangun untuk melindungi mereka dari sisi buruk digital bisa saja tercerabut tak bersisa.
Dengan beberapa tips di atas saya berusaha menjadi ibu tangguh, yang membuat saya mampu menjalankan tugas utama sebagai pendidik terbaik bagi anak di era digital ini. Menghantarkan anak-anak ke gerbang cita-citanya masing-masing. Generasi tangguh yang mampu eksis di eranya masing-masing. Menjadi generasi yang menguasai teknologi bukan generasi yang diperbudak teknologi.
Itulah teknologi, dia adalah sarana untuk membantu kita mengerjakan hal-hal keseharian agar lebih mudah. Jempol buat ibu2 yg bisa menyesuaikan diri dalam menggunakan gadget dalam kehidupannya secara positif.
BalasHapusGih. Harus pintar2 kita menyikapinya.
Hapus👍 pingiiin bisa nulis spt mbk Diwanti, tapi kapan ya 😔
BalasHapusSemua pasti bisa Mba, terus aja dilatih. Btw ini dengan siapa ya? Gak ada profilnya.
HapusPanjang dan renyah. ������
BalasHapusMakasih Mba Erlina sudah mampir. Iya nih ngalur ngidul jadinya puanjang.
Hapusmari terus belajar ya mb wati.sama ih masih terus belajar..tks inpirasinya
BalasHapusGih Mba Enny, kita sama2 terus belajar. Seumur hidup.
Hapustks inspirasinya.mari terusbelajar banyak hal.semangat ah
BalasHapusAku setuju dg ungkapan gadget adalah pedang. Jika tdk bisa memaksimalkan penggunaannya dg baik, maka ia bisa jadi bumerang bg pemiliknya. Terutama bg anak2 yg blm dpt mmbedakan hal baik dan huruk.
BalasHapusBener, karenanyalah peran ibu sangat penting dalam mendampingi anak di era digital ini. selain perlu peran masyarakat dan negara juga sih. soalnya kalau ibu saja sendiri akan sangat berat.
HapusAku baca ini jadi mengenang permainan waktu zaman kecil deh, asli seru banget main di alam waktu kecil. *ku jadi flash back
BalasHapusIya Rim, seru banar mun ingat bahari lah. Tp zaman terus maju, maubkada mau harus dihadapi. Melek IT salah satu kuncinya.
HapusMasyaAllah. Mastah. Gak sabar ketemu minggu ini. Sedikit tularin ke saya biar bisa jadi wanita luar biasa juga.
BalasHapusBah bisa banar ading Loly nih. Btw kk bs nyemplung di sini berkat Loly lho. 😘
Hapussetuju mbak, kita harus pintar-pintar sih menggunakan gadget. jangan sampe malah nusuk ke kita sendiri huhu
BalasHapusIya Mba. Salah2, bisa jadi senjata makan tuan.
HapusSeneng banget deh mba bisa gabung di komunitas fbb. Semoga betah ya.. Besok itu pertama kali kita akan ketemu ya
BalasHapusInsya Allah betah Mba. Sudah gak sabar pengen ketemu semuanya.
HapusWhaha.. Anak sy jg kdg sk nanya mba, "Mama kok hp melulu." akhirnya sy jelasin kalau yg sy lakukan itu bukan main2. Tapi menulis. Sampai jumpa minggu nanti ya mb wati. Senang ad member baru yg bs datang. :)
BalasHapusBener Mba Winda, namanya juga anak2, mereka cemburu. Jd perlu bgt yg namanya komunikasi.
HapusSetuju Mba, semoga kita bisa mengambil sisi positif teknologi dan memanfaatkannya sebaik mungkin untuk kehidupan dunia dan akhirat yang lebih baik. Aamiin :)
BalasHapusIya Mba Leha. Aamiin..
HapusIbu tangguh era sekarang harus kuat mental,terutama dalam menghadapi situasi digital. Jangan sampai peran ibu tangguh tergeser karena penyalahgunaan teknologi yang berakibat fatal
BalasHapusGih, betul sekali. Jangan sampai kitany malah yg dikuasai teknologi.
HapusPanjang betul tulisanmu mbak. Hehe. Baru baca aku. Teruslah jadi perwmpuan tangguh bersama fbb.
BalasHapusMerasakan dilema yang sama, apalagi 90% pekerjaanku memang harus dilakukan secara online :)
BalasHapus