Memperhitungkan Wacana Pariwisata Banua



Radar Banjarmasin, 3/9/2018

Memperhitungkan Wacana Pariwisata Banua
Oleh: Wati Umi Diwanti*


"Dengan Budaya dan Pariwisata, Kita Bergerak untuk Membangun Kalimantan Agar Lebih Sejahtera". Adalah tema yang diusung dalam Festival Pesona Budaya Borneo 2 di Banjarmasin, 11-15 Agustus 2018 kemarin. Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Paman Birin mengatakan bahwa acara ini merupakan sarana untuk mengenalkan pesona budaya Borneo. Baik di tingkat lokal, nasional, mapun mancanegara. Karenanya pada kesempatan itu panitia mengundang sembilan Duta Besar negara sahabat. (banjarmasin.tribunnews.com, 11/08/2018)

Upaya mamajukan pariwisata Kalsel ini juga didukung dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Kalsel Nomor 32 Tahun 2018 untuk pembangunan destinasi pariwisata. Selain itu pemerintah juga melakukan berbagai upaya mulai dari pembinaan usaha jasa pariwisata, pengembangan kesenian dan kearifan lokal melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), hingga bekerjasama dengan beberapa maskapai penerbangan dan travel. (kalsel.antaranews.com, 2/8/2018). 

Secara matematis, kehadiran wisatawan nusantara bisa jadi memang akan menambah pemasukan daerah. Yakni dari belanja pariwisata yang dilakukan para pengunjung. Selain itu Sekretaris Daerah Kalsel, Pak Haris Makie berpendapat bahwa sektor pariwisata sangat mudah dikembangkan dibanding sektor lainnya seperti pertambangan, apalagi jika melibatkan masyarakat di sekitar lokasi pariwisata tersebut. (kalsel.antaranews, 29/4/2018)

Hanya saja, ada masalah lain yang tidak kalah penting untuk diperhitungkan. Diantaranya adalah masa depan generasi. Penelitian yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama sebuah lembaga pegiat eksploitasi seksual komersial anak, ECPAT Indonesia, menyatakan bahwa 10 wilayah yang menjadi destinasi wisatawan mengalami kekerasan seksual pada anak. 

Menurut Rini Handayani, Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hal itu disebabkan adanya peluang dan kesempatan mencari keuntungan ekonomi dengan cara cepat, jadi anak-anak tergiur. Selain itu  sebagian wisatawan ada yang kedatangannya memang sengaja mencari mangsa anak-anak di destinasi wisata. (bbc.com, 1/1/2018)

Sektor pariwisata juga menyebabkan penurunan nilai moralitas masyarakat lokal. Meski tidak semuanya, namun tak dapat dipungkiri bahwa semakin sering suatu daerah dikunjungi oleh wisatawan, akan semakin berkuranglah nilai-nilai luhur di daerah tersebut. Akibatnya akan timbul berbagai macam aktifitas negatif, salah satunya prostitusi. Sebagaimana yang dimuat dalam situs spiritia.or.id bahwa provinsi yang maju dalam industri pariwisata memiliki jumlah penderita HIV/AIDS yang juga tinggi. (https://studipariwisata.com/analisis/apa-hubungan-antara-pariwisata-dan-hiv-aids/)

Dari sini maka jelaslah bahwa industri pariwisata memilki sisi-sisi gelap yang siap menyergap generasi. Akankah kita pertaruhkan masa depan generasi yang merupakan aset paling berharga sebuah bangsa, hanya demi mengeruk keuntung materi semata. Padahal Allah Swt pun telah memperingatkan pada kita bahwa tak akan ada kelapangan hidup bagi orang yang berpaling dari aturan-aturan yang ditetapkan-Nya.

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka  sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS.Thaha: 124)

Pariwisata sendiri pada dasarnya tidaklah dilarang, hanya saja tidak ditetapkan sebagai sumber pemasukan. Namun jika di dalamnya terdapat hal-hal yang melanggar syariat, apalagi jika sampai mempertaruhkan masa depan generasi, tentu akan dihindari. Oleh karena itu hendaknya kita mengupayakan kesejahteraan masyarakat Banua dengan apa-apa yang telah menjadi ketetapan-Nya. 

Dalam hal ini Islam telah menentukan pos-pos pemasukan bagi sebuah negara. Dalam kitab Al-Nizhamu al-Iqtishadi fi al-Islam, yang termasuk sumber-sumber tetap baitul maal (kas negara) adalah fai’, ghanimah, kharaj, jizyah, pemasukan dari pengelollan harta milik umum, harta milik negara, usyuur, khumus dari rikaz, tambang, serta harta zakat (An Nabhani, 1990).

Untuk Kalsel, dari pemasukan harta milik umum saja sebenarnya sudah sangat memungkinkan untuk membuat masyarakat sejahtera. Dalam makalah potensi SDA Kalsel yang disusun Hanif Muslimah (A1A514014) mahasiswa ULM Banjarmasin 2017 menyatakan bahwa potensi sumber daya alam Kalsel sangat berelimpah. Banyak terdapat berbagai tambang, hutan, pantai dan Laut. Salah satu data yang diterakan di dalamnya adalah potensi emas. Di Tanah Bumbu terdapat sebesar 11.250 ton, Kotabaru sebesar 25.289 ton dan Hulu Sungai Tengah sebesar 67.500 ton. Belum lagi yang lainnya seperti batu bara, bijih besi,  intan, kayu bahkan ikan. (http://hanipmuslimah.blogspot.com/2017/01/makalah-potensi-sumber-daya-alam-di.html?m=1)

Dengan catatan, semua itu dikelola langsung oleh negara sesuai hukum syara. Hasilnya pasti akan mampu menjadi modal terselenggaranya berbagai kebutuhan kolektif masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Juga menjamin kebutuhan individu bagi warga yang tidak mampu. Apalagi jika semua pos pemasukan tersebut diaktifkan. Sejahtera pasti akan mewujud nyata. Merata dan secepatnya. Insya Allah.

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)


*Pengasuh MQ. Khodijah Al-Kubro Martapura, Revowriter Kalsel

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates