Wisata dan Masa Depan Anak Banua


//Wisata dan Masa Depan Anak Banua//

Beberapa hari lalu lewat hutan pinus yang sudah dibuka jadi tempat wisata. Saat mata ini melirik ke kiri, tanpa sengaja pandangan ini tertuju pada dua sejoli yang sedang duduk di ayunan.

Sangat dekat, berhadapan, beradu 'dahi' (jidad). Entahlah, apalagi yang tersentuh selain jidad. Nggak perlu dibayangkan karena sangat menjijikkan. Saat itu siang, benderang, dan jalanan lumayan ramai.

Dulu juga pernah, saat awal-awal dibuka untuk umum. Anak-anak penasaran ingin diajak ke sana. Mereka pun mencari ayunan kesukaan. Saya duduk di bangku tak jauh dari ayunan.

Datanglah segerombol muda-mudi. Genap, karena mereka saling berpasangan. Tak lama, mereka pun mulai beraksi. Apalagi kalau bukan selfie. Tapi bukan sembarang selfie, adegannya itu benar-benar bikin saya keki.

Saya pandangi berharap mereka mengerti lalu berhenti. Eeyalah, bukannya malu, malah cengengesan cekrak cekrek tak berkesudahan dengan adegan memalukan. Dari satu tempat ke tempat lainnya.

Sepertinya ini lumrah terjadi di setiap tempat wisata. Coba saja perhatikan, di mana ada lokasi yang mengasyikan disitulah muda-mudi turut memeriahkan dengan polah keromantisan picisan.

Jadi, semakin banyak tempat wisata, pastinya akan semakin banyak pula kemaksiyatan terbuka. Tentunya tanpa mengurangi aksi tertutup mereka.

Jika di tempat terbuka saja begitu, bisa dikalikan lah bagaimana mereka berpolah di tempat tertutup. Parahnya, anak-anak kita yang masih lugu bakal terkontaminasi dengan aksi terbuka ini.

Belum lagi wisata yang dicanangkan bukan hanya mengharapkan kehadiran wisatawan nusantara (wisnus) tapi juga wisatawan mancanegara (wisman). Karenanyalah akses transportasi mulai disiapkan. Kota aerocity salah satunya.

Sebagai seorang ibu, kemajuan sektor pariwisata membuat saya semakin khawatir terhadap masa depan anak-anak. Bukannya menolak rezeki dari kemungkinan keuntungan yang bisa diraih.

Tapi satu yang tak bisa dipungkiri, kedatangan wisman pasti sepaket dengan dengan gaya hidup Barat. Disitulah rentannya anak-anak semakin terbawa arus. Jika sekarang saja sebegini rusaknya, bagaimana jika nanti Banua ini dipenuhi wisman.

Saya sangat berharap pihak terkait mempertimbangkan untung ruginya masalah ini. Jangan sampai pepatah Banjar "Harap-Harap Tatiharap" menimpa kita. Berharap untung, malah buntung. Karena sejatinya tak akan ada keberkahan dibalik kemaksiyatan. Semoga menjadi pemikiran.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا ...

"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, ..."(QS. Thoha : 124)

#JeritanHatiIbuNusantara
#KeluhanHatiUrangBanua
#IslamMemeliharaGenerasi

-Wati Umi Diwanti-
22.08.18

25 komentar :

  1. Jeritan hati mbak Umi Diwanti sama denganku. Di kota kecilku, nun jauh di pesisir pantai selatan, pun tak jauh berbeda. Alih-alih tempat wisata untuk tadabur alam, yang ada hanya sebagai tambahan opsi tempat maksiyat muda-mudi generasi bangsi ini. Sedih banget...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, sepertinya dimana-mana sama. Tempat wisata dizaman kapitalis memang berbanding lurus sm ajang gaul bebas. Serem pokonya, apalagi kalo sdh wisata mancanegara, pasti lebih parah lg efeknya.

      Hapus
  2. Miris ya mbak, pemerintah seolah memfasilitasi pergaulan bebas tapi di sisi lain menghalangi pernikahan dini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itu Mba. Pening pala emak memikirkan zaman yang kian tak bersahabat. Hiks

      Hapus
  3. Di tempat saya juga gitu mbak...nyesekk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayaknya di mana-mana sama Mba. Moga pihak terkait lebih bijak menyikapi hal ini.

      Hapus
  4. Tempat-tempat wisata ini jadinya pisau bermata 2 ya. Di satu sisi dia bisa menjadi pilihan masyarakat untuk piknik dan tapi di sisi lain bisa jadi tempat untuk pacaran bagi muda mudi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, padahal di sisi lain ya kita juua perlu utk refresing. Seandainya ada regulasi hukum yang mengatur pergaulan mgkn kd separah sekarang ini.

      Yang levih bahaya lagi kalau wisman sudah mulai berdatangan, mereka tu pasti sepaket sm gaya hidup dan pemikiran barat.

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Wah ulun bisa jua menamui kaini, ujar urng tu dunia kaya ampun nua, yang lainnya numpang 😁 macam macam aja lah generasi zaman now nih lah kelakuan.

    BalasHapus
  7. Iya ya.. Kalo wisata mulai ramai pengunjungnya jg yg dtg mcm2. Dr muda mudi yg yaah.. Sampe yg yaah.. Makanya sjk bekeluarga kami malah pilih wisata yg sunyi n perawan. Lbh enak mata memandang. Hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya macam2. Sama,suami juga paling males dia kalo diajakin jln2 wisata. Males sm yg aneh2. Tp kadang anak2 suka minta.

      Hapus
  8. Aku suka nyindir2 kalau ketemu yg begituan mba. Gemes banget, nggak segan mesra2 belum halal di depan umum. Huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tul bgt, asli bikin gemez. Ga malu dianya, malah kita yang liat yang malu. Kida zaman now. Hiks

      Hapus
  9. Ini emang udah terlalu sering mbaa ampe masuk berita berkali2 hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Bener, sy pernah baca yang dikoran ttg yg di RTH ex.pemakaman Kamboja.

      Hapus
  10. Ini memang g bs di hindari sih mba yaa, ini trgantung kesadaran masing masing wisatawan saja untuk menjaga ketertiban di tmpat umum .. Mungkin mereka memang bermuka tebal dan ad baiknya pemerintah menaruh papan peringatan di depan pintu masuk wisata misal untuk menjaga sikap dan perilaku selama berwisata hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah betul Mba, andai saja ada papan2 peringatan itu mungkin bisalah lebih sedikit terjaga.

      Hapus
  11. Selfie dengan gaya seperti apa sih mbak? *ku kepo deh wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkkk. Pokoknya kita yang sudah suami istri aja malu..

      Hapus

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates