Home Chicken Soup Makna Penting Bahasa
Makna Penting Bahasa
By Umi Diwanti At Agustus 28, 2018 2
//Makna Penting Bahasa//
Oleh: Wati Umi Diwanti
"Bu mana KK pian (kamu, bahasa Banjar), kenapa tidak dibawa?" "Oh maaf pak, yang Kakak masih sekolah jadi adingnya (adiknya) aja yang ulun (saya) bawa". "Ya ampun bu, bukan si Kakak yang saya maksud tapi KK, kartu keluarga." Wkwkwkkk, tertawalah mereka berjamaah.
Di lain waktu. "Lo bu pian sudah sehat? Kata ibu Z, pian sakit parah." Ibu yang disapa terbengong-bengong. "Kada(tidak) Pak, ulun sehat aja." Kemudian ibu Z langsung menyahut dari belakang, tidak mau dikambing hitamkan. "Pak, kata saya kemarin bliau itu 'sakit banar' itu maksudnya kehidupannya yang sakit Pak, alias miskin bukan sakit (fisik)itu". "Oooo saya kira sakit yang harus dirawat itu." Jawab si Bapak, mengakhiri kesalah pahaman.
Aslinya saya ngakak sampai keluar air mata, saat suami cerita pengalamannya itu ke saya. Suami saya keturunan Jawa yang lahir dan besar di Jakarta. Meski sejak menikah sudah tinggal di Kalimantan. Sudah hampir 12 tahun, masih ada kosakata Banjar yang beliau belum tahu artinya. Seringnya salah yang dimaksud apa beliau nagkapnya apa.
Kalo kali ini sih cuma menimbulkan tawa. Tapi saya jadi ingat pengalaman kecil saya. Karena kesalahan bahasa ini saya jadi dimarahi sama ibu saya.
Suatu hari ada tetangga saya mencari ibu saya. Saat itu ibu saya sedang sholat. Lalu saya jawab ke tetangga tersebut. "Mamanya lagi aur." Selepas sholat dan saya ceritakan. Mama langsung marah. Kenapa tidak dibilang kalau lagi sholat? Nanti dikira mama tidak mau menemui cuma gara-gara 'aur' (aur=sibuk,bahasa Banjar).
Merasa tak bersalah saya pun langsung menimpali. "Bukannya biasanya kalau mau sholat mama sering bilang 'handak be'aur dulu lah'?" Ga salah kan ulun bilang pian aur. Kan pian sedang sholat.
"Beda!" Aur sama be'aur itu beda nak. Aur itu repot, lagi sibuk. Kalo be'aur itu khusus memang untuk istilah sholat.
Owalah, ampun mama, saya salah membahasakan. Wal hasil ibu saya langsung bergegas ke rumah tetangga karena khawatir disangka tidak mau menemui cuma karena kesibukan. Padahal sedang sholat. Sungguh ini pengalaman berharga. Salah sedikit saja dalam berbahasa bisa fatal akibatnya.
"Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya[1], supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan[2] siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana". (QS.Ibrahim: 4)
Sayyidina Ali ra pun berkata, "Berbicaralah kepada manusia sesuai apa yang ia ketahui. Apakah kalian suka Allah dan Rasulullah didustai?(karena kesalahpahaman suatu kaum saat memahami apa yang seorang da'i sampaikan, sebab ketidaktahuan mereka)"[Shahih Al-Bukhari, Fathul Baari 1/225].(Blogspot.com)
Dari sini saya belajar betapa pentingnya bahasa. Apalagi dalam menyampaikan kebenaran. Menyampaikan ajaran Islam. Bisa jadi reaksi negatif itu bukan karena isinya melainkan pembahasaannya. Karenanya selain menguasai materi yang ingin disampaikan. Tidak kalah penting adalah menguasai bahasa sesuai sasaran.
Namun demikian bukan berarti demi kenyamanan dan penerimaan kita harus mengurangi nilai pokok yang akan disampaikan. Meski bahasa yang tidak menyenanagkan dan tidak sesuai tingkat berfikir audiens itu buruk. Jauh lebih buruk lagi menyebunyikan kebenaran demi sebuah penerimaan.
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ * إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Baqarah : 159-160).
Karenanya yang penting dilakukan saat ini. Saat Islam sering mendapat hujatan. Saat sebagian ajarannya dikriminalisasi. Mulai tuduhan intoleransi hingga radikalisasi yang katanya membahayakan NKRI. Pengemban dakwahnya pun dipersekusi. Padahal tidak pernah terbukti. URGENT bagi kita memperdalam ilmu agama, bergaul dengan masyarakat dan teruslah menyampaikan Islam pada siapapun. Dari pengalaman menyampaikan itulah penguasaan kita terhadap bahasa akan terus terasah.
Meski sepanjang sejarah kehidupan, kebenaran memang selalu ada yang membenci dan menolaknya. Hanya saja yang perlu dievaluasi adalah, apakah penolakan itu benar-benar karena mereka yang menolak itu para pembenci kebenaran. Ataukah kita yang belum mampu menggambarkan kebenaran itu dengan benar. Kita akan dihisab atasnya.
ket.
Pian= Kamu, bahasa Banjar halus
Ulun= Saya, bahasa Banjar halus
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
😃 banjar ya? Ulun tak bisa bahasa banjar
BalasHapusIya Mba. Tapi di bawah ada keterangannya Mba, apa masih kurang ya? 🤔
BalasHapus