Semamgkok Bakso Penenang Jiwa

Semangkuk Bakso Penenang Jiwa

H-1 tasyakuran khitan si Bungsu. Belum juga motor parkir, sore hari seusai jemput sekolah si Tengah, kami disambut dengan berbagai keributan. "Itu lho tendanya salah pasang, ga di situ kan seharusnya?! Kalau di situ nanti tamu wanitanya susah lewat. Bla bla bla.." Orangtua saya panik karena saat tukang tenda datang saya ga ada di rumah. "Tenang aja bisa kok kita angkat dan susun ulang." Sebisa mungkin saya ga ikut panik.

Beres masalah tenda, eh ternyata menjelang magrib tiba-tiba air selokan depan rumah luber ke jalan. Padahal esok bakal jadi tempat duduk para tamu. Lagi-lagi ada keributan, pasalnya grandma sudah merasa mengingatkan sejak lama agar grandfa untuk menimba air got jauh-jauh hari. Karena memang got tunggal, ga ngalir. Kepanikan terjadi lagi.

Syukurnya ada Paman yang kreatif dan produktif. Bliau ambil alat pompa dan berbagai pipa bekas untuk menyedot air got. Dialirkan ke sebrang jalan. Alhamdulillah meski otak dah rada bersemut, saya bisa sholat magrib dengan tenang.

Kaki pegel dan mata sudah mulai sepet, tapi tetap ga bisa rehat. Saya masih harus pergi memgambil kain penutup bagian sisi tenda yang kurang karena lupa pesan. Harus ambil sendiri ke rumah tukang tenda, karena mereka sudah tidak bisa mengantarkan.

Selepas sholat ternyata ga bisa langsung berangkat. Ada aja urisan ini itu. Anak-anakpun tak mau kalah, ada aja yang diributkan. Tambah mumet jadinya. Setelah agak lapang urusan di rumah, saya segera berangkat.  Saat mau naik motor tiba-tiba aja si Bungsu menyapa, "Umi kemana? Ikut ya!" Si lanangku gerak cepat naik motor, dia yang tak pernah mau tinggal kalo uminya kemana-mana. Sebenarnya sih bisa kalo mau ditinggal, resikonya dia akan nangis kencang. Saya malas ribut-ribut lagi, tak banyak pikir, saya ambilkan jaketnya lalu saya bawa serta.

Angin malam membuat badan terasa meriang. Sabar-sabar, bentar lagi urusan beres. Separo jalan sekitar 1 KM dari rumah, Lanangku kok sepi. Jadi curiga, kayaknya ketiduran nih. Saya baru ingat seharian ini dia ga tidur siang. Asik main sama keluarga yang datang dari kampung. Ya, kalo bukan mereka siapa lagi yang bantu-bantu. Penduduk kota ga seperti di desa semangat gotong royongnya.

Saya tarik spion agar nampak wajah si Lanang. Benar! Matanya kriyep-kriyep hampir lelap. Saya kageti, dia bangun sejenak. Sepi lagi. Saya ajak ngobrol tak jua menyahut. Alamat bakal terlelap ni anak.

Kalau saya lanjutkan pasti ketiduran, di jakin kami ga bisa pulang. Saya ga bawa gendongan atau kain buat mengikat tibuhnya jika tertidur. Kalau diantar balik dulu, yaah lambat lagi dah. Huuh, mau cepat malah jadi lambat, jadi harua bolak balik gini. Dengan berat hati akhirnya kupilih balik arah. Daripada nanti lebih parah. Ada-ada aja.

"Tu kan, coba tadi anak ini ga ikut, ga ribet gini urusannya. Kalo gini kan jadi kemalaman. Ah kenapa sih tadi ini anak pake ikut segala." Berbagai bisikan sang penyeru kemarahan memenuhi pikiran yang sudah kelelahan. Akupun termakan bujuk rayunya, kesal hati ini sama si kecil.

"Bisa jadi ada kejadian baik di balik ini, biasa lah kayak yang sudah-sudah. Bukan kah Allah itu selalu memberi yang terbaik buat kita." Saat pikiran jernih ini menimpali, sedikit jengkel hati tereliminasi.

Malam pun semakin larut. Di hati masih ngedumel, jengkel. Apalagi kalo ingat rumah masih super berantakan. Masih ada seabrek pekerjaan yang harus dituntaskan malam ini. Aarrgggg! Rasa ingin kupanjangkan malam ini, atau kutinggal pergi sekalian.

Kala itu saya merasa ga bisa menguasai hati. Ilmu-ilmu yang selama ini dikaji terlintas tapi tak mempan mengusir kekecewaan pada rangkaian-rangkaian peristiwa yang terjadi hari ini. Tumpukan kerjaan rumah selalu menghantui. Istigfar-istigfar.

Eh tiba-tiba mataku tertuju pada satu pojok jalan yang sedikit ramai. Warung bakso langganan yang selalu ramai pengunjung. Mampir ah. Eh, ga deh. Mana bisa aku makan sendiri di sini tanpa anak-anak. Hmmm tapi.. Biar ah sekali-sekali, siapa tahu bisa mendamaikan hati. Tanganku pun refleks membelokan setang motor menghampiri warung.

"Mang baksonya satu ya, sama teh es." Pelayanan yang cepat adalah salah satu alasan warung ini jadi pilihan kami. Tak berselang lama semangkuk bakso panas dan teh es segar sudah terhudang. Bismillah. Saya pun menyeruput kuah bakso. Lep lep, nikmatnya. Meski masih panas tapi tak menghentikan ku untuk terus melahapnya. Sembari sesekali mengipas-ngipaskan tangan ke sendok berisi bakso yang siap masuk mulutku.

Ternyata selain saya memang pecinta bakso, saya juga sedang lapar. Heee. Owh nikmatnya. Ditambah segarnya teh es. Ya Allah, seketika dunia terasa damai. Tak ingat lagi dengan malam yang larut dengan sederet kerjaan rumah.

Ah, ternyata kadang hanya kita perlu hal sederhana. Alhamdulillah, dengan semangkuk bakso penenang jiwa saya bisa pulang dengan lega. Pikiran sudah kembali normal. Ternyata monster "tumpukan kerjaan" yang tadi bikin otak hampir kram, tidak se-menyeramkan yang mengantui pikiran yang sedang kacau.

Akhirnya saya bisa memilah mana urgent untuk dikerjakan mal ini juga mana yang bisa ditunda. Akhirnya singkat cerita hampir jam.12 malam selesai juga dan saya pun bisa tidur. "Bismika Allohumma ahya wabis mika amuut."

***

Esoknya, pagi cerah secerah hati kami menanti kehadiran para undangan. Terima kasih malam, terima kasih bakso. Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah. 😄

-Wati Umi Diwanti- 09.07.18

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates