Saat Ananda Bilang "Umi, Kita Piara Kucing Ya.."
Ikan sudah pernah. Kelinci sudah pernah. Ayam juga sudah. Semua ga sampai lama, beres semua.
Ikan pada mati, kelinci juga dan sebagian hilang. Ayam? Baunya ga nahan, akhirnya diamankan ke dalam wajan. Beres kan? Ckckkkk
Hari ini saat sepulang dari rumah teman, anak-anak bawa satu kucing dan memelas untuk ikut di bawa pulang. "Boleh ya Mii.."
"Enggak!" "Umaa Mii, kasian kucingnya. Nah liati, sudah akrab sama kami, bla bla bla.."
Biasa lah rayuan anak-anak. Tapi saya tetap ga izinkan. "Buhan pian itu pintar-pintar dulu mengurus diri sendiri baru umi izinkan ngurus hewan. Lagian liat tuh kucingnya kotor bener."
Tanpa ba bi bu lagi langsung saya stater motor. Dan mereka pun mau tak mau lebih memilih ikut Emaknya daripada tinggal di situ bersama si kucing.
Di jalan, biasa lah emak-emak suka ngulang-ngulang nasihat. Bahwa selama ini sudah pernah coba miara ini itu dan ternyata ga terurus.
Tapi Mi.. dan sterusnya mereka tetap memperjuangkan kemauan. Tapi saya pun bertahan. Pokoknya belum boleh dulu untuk sekarang.
Sampai rumah, tak ada lagi pembicaraan kucing. Karena Emaknya sudah ribut urusan tidur siang. Akhirnya dua diantara tiga, berhasil tertidur. Satu lagi? Hmmh.. Dia malah nyuci sepeda. 🙄
Tibalah jam berangkat sekolah si Tengah. Di jalan ternyata rayuan maut mulai dijalankan kembali. "Boleh ga Mi nanti kami piara kucing yang bagus?" Jawaban sayapun tetap "belum boleh!"
"Mi, tiap pagi kan Atiyya ada proyek sama umi (tentang proyek ini pernah saya ceritakan di tulisan sebelumnya)." Nanti sebagiah uang hasil proyek Atiyya simpan. Nanti Atiyya kasihkan Umi buat beli bensin antar jemput Atiyya. Kan uang sekolah sudah Atiyya bayar lunas. Nah kalo infaq-infaq kan Atiyya sudah banyak."
Asli saya awalnya ga paham apa maksud pembicaraan si Tengah ini.
"Jadi nanti sisa uangnya bisa buat beli makanan kucing."
Owalah, itu to maksudnya. Jadi gini Bun Say. Waktu di jalan pulang tadi itu. Saya bilang kalo miara kucing itu boleh aja alias mubah. Artinya tidak boleh melalaikan yang wajib.
Ah, rupanya si tengah mau kasih tahu Emaknya. Kalo yang wajib (dalam persepsi dia) adalah bayar sekolah dan bayar bensin sekolah itu wajib. Dan infaq-infaqnya selama ini sebagai sunahnya sudah dia penuhi semua. Jadi boleh dong ngerjain yang mubah. Xixixiii.
Anak-anak ini bisaa aja ngeluarin argumen. Walau sepertinya mereka ini ngeyelan, tapi di balik itu, mestinya saya bersyukur. Karena artinya mereka mikir. Mereka mencerna apa yang kita sampaikan.
Btw, kali ini argumennya tak bisa ditolak. Lalu apakah saya beri izin mereka adop Angora? No! Masih ada argumen saya yang mereka belum bisa patahkan. Apa itu?
Setiap mau jawab permintaan anak-anak, mau ga mau Emak itu harus mikir. Apa alasan menerima atau menolak keinginan mereka. Juga bagaimana cara menyampaikannya.
Sebisa mungkin dengan alasan syar'i bukan buatan sendiri. Karena yang saya rasa sendiri bahwa alasan-alasan syar'i lebih mudah diikuti sepenuh hati.
"Iya, boleh aja kalau memang sudah dipenuhi semua yang wajib dan sunahnya. Tapi itu kan baru masalah biaya. Ada yang lebih penting lagi."
"Apa Mi?"
"Itu yang umi bilang sebelumnya, bisalah buhan pian mengurus diri sendiri. Melaksanakan yang wajib-wajib jangan sampai masih di suruh-suruh Umi. Mandi, sholat, bangun pagi, hafalan, bantu-bantu umi. Bisalah buhan pian tegawi semua tanpa disuruh lagi?"
"Ayu ha Mi ai, Atiyya mau ai. Berarti boleh Mi lah?"
"Boleh, tapi umi perlu bukti. Jadi buhan pian buktikan dulu baru kita bicarakan lagi."
Si dia pun tak lagi mampu melancarkan rayuannya seperti sebelumnya panjang kali lebar. Hanya sesekali, sepatah dua patah kata.
Sepertinya sih karena sadar bahwa selama ini masih sering dioprek-oprek emaknya dalam urusan-urusan yang disebutin tadi. 😁
Sayapun lanjut menyampaikan alasan kecerewetan saya. Berharap anak bisa nerima dengan lapang, sebab ini untuk kebaikan mereka juga.
"Pian tahulah kenapa Umi itu apa-apa ga asal mau aja apa yang buhan pian mau?"
Diam.
"Kalo buhan pian sudah ambil tu kucing, berarti buhan pian jadi wajib mengurusi dan menyediakan keperluan-keperluannya. Bila kada, buhan pian bedosa.
Nah, kalo buhan pian bisa mengurusi tapi urusan wajib buhan pian malah kada tegawi, itu bedosa jua, tahulah?
Sekarang Umi tanya, kita hidup ini sebenarnya buat nyari apa?"
"Buat ngumpulun bekal masuk Syurga."
"Nah, berarti bukan cuma buat cari senang-senang aja kan? Kalo.semamg-senang malah jadi dosa gimana?
Makanya, walaupun Umi tahu permintaan buhan pian itu kalau Umi bolehi bisa bikin senang. Tapi gasan (buat) apa kalau malah jadi dosa?"
Biasanya sih kalau si dia sudah ga banyak bicara itu artinya argumen emaknya sudah tak terpatahkan. Minimal untuk saat itu, karena bisa jadi stelah dia mikir akan ada lagi argumen berikutnya. Emak harus selalu siap siaga. 😁
Btw, kali ini dan sering kali juga sebelumnya. Argumen saya tak hanya bikin ananda yang terdiam. Tapi saya pun ikut terdiam. Tersentak untuk merenung dalam.
Ya Rabb, jangan-jangan saya sendiri masih melakukan apa yang saya nasihatkan ini. Jangan-jangan ada amalan mubah yang saya ambil hingga melalaikan yang wajib dan sunah.
Ya Allah, skala prioritas ini mudah didefenisikan dan disampaikan tapi sungguh samar dalam kenyataan yang dihadapi. Sering buram mata dan pikiran ini dalam menilai dan menimbang.
Berkelanalah pikiran menyinggahi satu per satu aktivitas yg ditekuni saat ini. Adakah diantaranya yang salah tempat.
Ya Allah, mampukan hamba melakukan setiap yang hamba ucapkan. Meski pada anak-anak sekalipun. Tiap nasehat hakikatnya memang untuk diri sendirilah yangbpaling utama.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff: 2-3)
Terima kasih Nak, untuk setiap ulah kalian yang selalu membuat emakmu ini ga bisa berhenti mikir, belajar dan intropeksi diri. Meski kerap bikin emosi. 😁😂
-Wati Umi Diwanti-
Syawal19, 03.06.18
Home Parenting Saat Ananda Bilang "Mi Kita Piara Kucing Ya..."
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Posting Komentar