RINDU

/ Rindu /

Oleh: Wati Umi Diwanti

Bagi para emak yang anaknya sedang menuntut ilmu jauh dari rumah pastinya sangat bisa merasakan yang namanya rindu. Seperti halnya saya, betapa saat melepas si sulung itu rasanya gado-gado.

Ada rasa senang bercampur bangga si Kakak sangat bersemangat masuk pesantren. Katanya biar bisa lebih konsentrasi belajar, cita-citanya ingin jadi dokter dan mubalighoh yang hafal Qur'an 30 juz. Maka atas dasar apakah saya bisa menahannya menjemput cita-cita mulianya.

Namun tak bisa dipungkiri rasa berat menyelimuti hati bahkan menyesakkan dada. Rasanya belum puas memeluk tubuh mungilnya yang beranjak besar. Dengan berbagai persiapan kami lepaskan si Sulung dengan sekuat tenaga menahan rasa.

Hari-hari berlalu, minggu pun berganti bulan. Meski masih bisa mendengar suaranya dan menatapnya dari jauh lewat videocall mudir pondoknya, tetaplah rasa rindu ini menggebu.

Suatu hari Ustadzahnya mengabarkan bahwa si Sulung minta tambahan celana panjang. Masya Allah permintaan itu seolah menjadi penawar rindu bagi saya. Tak peduli sesibuk dan secapek apapun. Saya jahitkan sendiri celana kesukaannya dengan ridha dan bangga.

Dan begitulah seterusnya setiap keperluannya saya sigap mencarikan dan memenuhinya tanpa merasa beban sedikitpun. Setiap yang bisa membuatnya senang, apapun saya lakukan. Bagi saya semuanya adalah kebahagiaan. Pelipur rindu yang terus menyelinap di kalbu seorang ibu.

Begitulah ternyata yang namanya rindu. Buah rasa cinta. Dan kekuatan cinta mampu merubah rasa. Capek tak dirasa, dalam lelah justru ada rasa yang indah. Yang berat justru menjadi nikmat.

Maka sayapun merenung. Dan tiba-tiba munculah rasa khawatir di dalam diri ini. Jika cinta pada buah hati sedemikian rupa, bagaiamana cintaku pada sang Pencipta dan RasulNya? Adakah sama yang dirasa?

Sebagai muslim pastinya saya termasuk yang mengaku cinta pada Sang Baginda. Tapi sudah sebanyak apa saya mencari tahu apa yang ia suka? Terhadap apa yang jelas-jelas ia minta sudahkah saya penuhi dengan rasa suka dan segera? Sebagaimana bersegeranya saya mengabulkan segala pinta buah hati tercinta.

Padahal Allah telah mengingati kita,

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

"Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (At-Thaubah: 24)

Artinya wajib hukumnya bagi seorang muslim menempatkan cinta pada Allah dan Rasulnya diatas segalanya. Pertanyaannya, sudahkah cinta yang kita punya sedemikian rupa? Dan diri kita sendirilah yang bisa merasakannya.

Misalnya saja saat Allah dan Rasul meminta kita (para wanita) menutup aurat. Apakah kita bersemangat atau malah merasa berat? Saat Allah dan Rasul meminta kita menjauhi riba, apakah kita siap sedia atau malah bersilat kata. "Hari gini ga ikutan hutang riba, gimana bisa punya apa-apa."

Saat Allah dan rasul minta kita membela agama ini. Apa pula yang kita lakukan? Ikut berjuang menyuarakan kebenaran apapun resikonya. Atau memilih berdiam diri agar aman dari fitnahan dan celaan.

Kita sering bahkan dengan lantang mengaku cinta Rasul. Bahkan di bulan kelahiran Kekasih kita ini, kita ungkapkan cinta kita padanya dengan berbagai perayaan. Syair-syair pujian kita kumandangkan penuh bangga. Tidak salah! karna ini juga bagian dari wujud mencinta.

Sebagaimana cinta pada anak dan pasangan halal atau pada saudara pun perlu disampaikan. Tapi yang lebih penting dari menyampaikan cinta adalah membuktikannya dalam aksi nyata.

Jika untuk anak atau pasangan dengan ringan kita penuhi segala yang mereka minta. Harusnya terlebih lagi pada apa yang Allah dan Rasul minta, semua harus disegerakan. Harusnya tak boleh ada alasan. Karna Allah dan Rasulnya tidak mungkin meminta sesuatu di luar kemampuan kita.

Jika untuk bisnis atau pekerjaan yang kita sukai, segala tuntutan dan pantangannya kita lakukan dengan ringan. Harusnya lebih lagi terhadap segala suruhan dan larangan yang dibawa Rasulullah. Harusnya kita jalani dengan suka dan bahagia. Karna hakikatnya cinta adalah ittiba. Mengikuti apa yang dimaui orang yang dicintainya.

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 3:31)

Jangan sampai kita koar-koar cinta sementara terhadap yang dia minta kita menutup mata, menulikan telinga dan melemahkan daya. Banyak alasan yang diutarakan untuk melalaikan.

Mengharap syafaatnya tapi terhadap syariat yang dibawanya kita merasa berat. Ingin bersamanya tanpa jarak di Syurga kelak, tapi terhadap apa yang diajarkannya kita justru menjaga jarak.

"Kalau sudah tahu kan dosa kalau tidak melaksanakan, kalau tidak tahu kan tidak apa-apa. Jadi lebih baik tidak usah tahu." Ujung-ujungnya enggan menuntut ilmu. Takut dekat-dekat orang sama orang yang lebih tahu. Takut tahu ini itu karna khawatir terhalang berbuat itu ini. Padahal menuntut ilmu salah satu yang disukainya, bahkan wajib hukumnya.

Maka saatnya kita bertanya pada diri kita. Apa sebenarnya yang kita harapkan saat berjumpa dengannya nanti? Akankah saat itu, ia mengakui dan menerima pernyataan cinta kita? Dengan amal kita yang seadanya, akankah ia mengenali kita sebagai kekasihnya?

Saatnya kita berjuang membuktikan cinta dengan aksi nyata! Caranya tentu saja dengan memperbanyak menuntut ilmu agama. Dari sana kita akan banyak tahu apa saja yang diinginkannya dan apa saja yang dibencinya.

Pelajari syariatnya dari A sampai Z. Dari belajar membaca kalamNya hingga menerapkan isinya dalam kehidupan nyata. Itu semua perlu pengorbanan. Karna hakikat cinta memang bukan sekedar kata. Perlu bukti nyata!

Mari kita jadikan momen Rabiul Awal untuk merelokasi cinta kita pada Sang Baginda. Yang selama ini mungkin telah tergeser bahkan tergusur oleh kehadiran cinta-cinta lain. Agar kecintaan padanya kembali berada diposisi teratas, sebagaimana pesannya pada kita.

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidaklah (sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtuanya, anaknya dan segenap umat manusia.” (HR. Bukhari I/14 no.15, dan Muslim I/167 no.44)

Jika cinta telah bertahta maka rindupun akan meraja. Pertemuan dengannya pun menjadi sesuatu yang didamba. Maka sejatinya sepanjang hari, sembari menanti jemputan untuk 'kembali'. Tidaklah kita menyibukan diri kecuali dengan segala amal yang disukai sang kekasih hati. Itulah sebenar-benar cinta dan rindu!

Allahumma sholli 'ala Muhammad, yaa Robbi sholli alaihi wasallam.

——————————
Pernah dipublikasikan di: http://telegra.ph/Rindu-11-28

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates