JANGAN MUSUHI POLIGAMI
Oleh: Wati Umi Diwanti
(Radar Banjarmasin, 14/10/2017)
(⚠️Harap Baca Sampai Selesai)
"Mau poligami? Langkahi dulu mayatku." Begitulah kebanyakan respon para istri tentang poligami. Kasus satu ini mamang selalu meramaikan jagad raya para istri. Sebagaimana yang baru-baru ini terjadi. Hanya karena seorang Ustadz meng-upload foto bersama tiga istrinya di media sosial.
Masalah poligami sebenarnya bukan masalah pro dan kontra, karena memang tidak layak dijadikan objek jejak pendapat. Poligami adalah salah satu amal yang terikat dengan hukum syara. Dan sudah jelas berdasar pendapat para ulama hukumnya adalah mubah.
Konon para lelaki menyebutnya sebagai sunah Nabi. Well, saya bisa memahami ini pun tak salah dalam artian sunah adalah segala perbuatan, perkataan dan diamnya Nabi. Yang semuanya itu isinya tidak hanya amalan sunah. Melainkan mengandung hukum syara yang berbeda-beda berdasarkan hasil ijtihad. Ada wajib, sunah/mandub, makruh, haram dan ada pula mubah.
Misalnya, Rasul salat duhur maka tidak berarti salat duhur itu sunah. Seperti kita ketahui hukumnya adalah wajib. Maka saat Rasul membolehkan para lelaki poligami maksimal 4 orang bukan berarti hukumnya sunah, melainkan hanya mubah.
Mubah Itu Pilihan
Seorang lelaki berpemahaman agama tentunya akan mengambil pilihan ini hanya demi sebuah kebaikan tertinggi, yaitu pahala dan ridho Illahi. Jika membahagiakan satu istri saja pahalanya besar, maka jika mampu membahagiakan lebih dari satu otomatis pahalanya berlipat kali. Namun sebaliknya jika dengan poligami justru membuat istri tersakiti, maka justru dosalah yang didapati. Karenanya lelaki berpemahaman baik akan sangat hati-hati dalam melaksanakan pilihan ini.
Meski demikian sebagai wanita atau istri, yang saat ini kerap menjadi pihak tersakiti. Mubah tetaplah mubah, tak boleh kita mencela kemubahan. Jika Allah Swt telah membolehkan sesuatu, pantang bagi kita mengharamkannya.
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta 'ini halal dan ini haram', untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit; dan bagi mereka adzab yang pedih." [an-Nahl /16 : 116-117]
Bagaimana Jika Istri Menolak?
Harus diingat kembali apa sesungguhnya tujuan pernikahan kita. Tentu tidak lain untuk mencapai keridhoan Allah Swt. Berharap dengan menikah mampu menggarap lahan-lahan ibadah yang tidak dimiliki seorang jomblo.
Jika di dalamnya kita dihadapkan pada 'perluasan ladang amal' berupa poligami, sikapilah dengan iman. Tataplah jauh ke depan, masa depan anak-anak dan masa depan akhirat kita. Namun jika dijalani justru hanya akan panen dosa tiap hari, memang lebih baik disudahi. Dengan catatan ini sudah diupayakan tapi tak kunjung ada penyelesaian.
Intinya poligami itu pilihan, boleh diambil boleh tidak. Sebagaimana wanita bekerja juga mubah, boleh diambil boleh juga tidak. Tidak berdosa atau berpahala karenanya. Berdosa jika setelah diambil lalu melalaikan kewajiban sebagai wanita. Begitu juga poligami tidak berdosa dan tidak pula bersyarat. Namun jika dalam menjalani tak mampu adil dan membuat istri tersiksa disitulah hisab mulai dicatat malaikat.
Kenapa Banyak Istri Menolak Poligami?
Tidak bisa dipungkiri fakta poligami saat ini sangat menyayat hati. Mulai dari suami yang lupa kacang akan kulit, sampai pada kisah ibu tiri yang jahat sekali. Padahal fakta ini pun sebenarnya tidak selalu terjadi. Ada beberapa suami yang justru semakin bertanggung jawab setelah berpoligami. Dan tidak sedikit istri yang tak kalah menderita dalam pernikahan monogaminya.
Faktanya ada juga keberadaan istri muda yang justru meringankan istri tua dalam menunaikan tugas-tugasnya. Antar istri saling mengisi dalam mendidik buah hati. Tidak bisa dipungkiri juga keberadaan keluarga poligami yang suskses menciptakan generasi berkualitas.
Apalagi jika menengok sejarah masa lalu, kebanyakan para ulama terdahulu adalah pelaku atau anak-anak hasil poligami. "Ah itukan dulu, sekarang jaman sudah beda."
Betul! Itu dulu. Disinilah kita perlu cari tahu. Kenapa dulu bisa baik-baik saja tapi sekarang poligami bak bencana kelas dunia. Padahal yang namanya wanita dari dulu sama, jangankan para istri ulama masa lalu istri Nabi saja punya rasa cemburu. Berarti masalahnya bukan masalah rasa semata.
Menurut hemat saya masalah utama kenapa berbeda adalah pemahaman agama dan kondisi lingkungan yang menyertainya. Jangankan poligami, monogami pun rentan masalah jika tak disertai pemahaman agama yang baik.
Bukan Masalah Poli atau Mono
Sebenarnya di balik pilihan mono maupun poli, Islam telah punya aturan yang mengikat baik pada suami atau istri. Bagaimana seorang suami selain memiliki kewajiban mmbayar mahar dan memberi nafkah lahir bathin juga wajib baginya menciptakan suasana bahagia di rumahnya.
Membuat istrinya bisa bermanja dengan nyaman dan tidak ada kesulitan apalagi ketakutan dalam mengungkapkan isi hatinya. Maupun menyampaikan saran dan kritiknya pada suami. Karena kebahagiaan istri adalah tanggung jawab sekaligus pahala bagi suami.
Jika para suami mampu mengamalkan ini, pastinya api cemburu tak akan membakar emosi para istri. Hingga membuat mereka membenci hukum Illahi yang satu ini.
Masalahnya, pemahaman agama yang bagus seperti ini sulit ditemui di jaman sekuler sekarang ini. Jangankan tata cara berumah tangga, tata cara sholat saja terkadang tak sempurna kita dapati di bangku sekolahan yang ada. Bahkan tak jarang seorang S3 saja tak kenal rukun sholat. Padahal sholat perkara utama seorang muslim.
Kehidupan yang serba kapital membuat segala sesuatu disetting untuk tujuan materi. Tak peduli kewajiban pada Allah terpenuhi atau tidak.
Begitu juga efek kapitalis membuat banyak wanita tak berpemahaman agama menjadikan pernikahan ini sebagai cara instan untuk menumpuk kekayaan. Suami dijadikan ATM hidup bagi para istri muda yang haus harta. Jadilah kasus-kasus seperti ini menambah trauma para istri pertama.
Meski demikian janganlah membenci hukum poligaminya, bencilah sistem yang telah membuat manusia kosong pemahaman agamanya. Jika ingin berjuang menjadi keluarga bahagia jangan pertaruhkan aqidah dengan menghujat apa yang Allah sudah tetapkan. Karna memilih mono tidak menjamin bahagia.
Tak perlu berjuang habis-habisan menolak poligami. Berjuanglah agar manusia mengenal dan mengamalkan hukum-hukum Tuhannya. Sehingga siapapun dia, pada posisi suami, istri tua atau istri muda semuanya sama-sama inginkan syurga. Bukan selainnya. Dan sejatinya inilah kunci agar tidak ada yang terskiti.
Semua itu akan mudah terwujud hanya dalam sistem kehidupan Islam. Dimana Islam diterapkan secara kaffah oleh kekuatan sebuah daulah. Daulah yang akan menggiring warganya untuk selalu berbuat sesuai syariat. Maka semua keluarga baik monogami maupun poligami akan berbahagia di dalam naungannya. Allohu a'lam. []
*Pemerhati Masalah Sosilal, Anggota Komunitas Revowriter
Martapura-Kalimantan Selatan
Pernah di upload di FB pribadi saya di link berikut: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1118735648256992&id=100003617015977
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Posting Komentar