Home Chicken Soup Satu Frekuensi dengan Siapakah Kita?
Satu Frekuensi dengan Siapakah Kita?
By Umi Diwanti At Juni 09, 2018 0
Satu Frekuensi dengan Siapakah Kita?
Malam kamis beberapa waktu lalu saya diundang mengisi salah satu grup WA untuk sharing tentang menulis. Semua anggotanya tidak saya kenal kecuali yang mengundang saya.
Eh ternyata ada satu yang kenal. "Alhamdulillah kita ketemu lagi di sini" ujarku. Karena meski belum pernah jumpa, rasanya kami sering dipertemukan di dunia maya. "Iya Kak, sepertinya kita satu frekuensi, jadinya sering ketemu" jawabnya.
"Satu frekuensi",
kata yang sangat berkesan buat saya. Yang dimaksud di sini adalah memiliki kesukaan yang sama. Kebetulan untuk kali ini, kami sama-sama suka dunia tulis menulis. Punya cita-cita yang sama, jadi penulis. Otomatis berbagai ilmu menulis dan komunitas menulis kami ikuti. Jadilah kami sering bertemu.
Orang yang sama-sama suka majelis ilmu pasti akan bertemu di majelis ilmu. Begitu juga orang yang suka dagang, apalagi kalo dagang jenis barang yang sama. Besar kemungkinan bertemu di berbagai komunitas dagang.
Sebakiknya, jika tak satu frekuensi, meski keluarga sekalipun bisa jadi jarang bertemu. Bahkan jikapun secara fisik dekat, belum tentu kebersamaan bisa didapat. Satu ngomongin bola satu lagi ngomongin jenis-jenis bunga. Pasti ga akan lama!
Orang yang hoby jahit ga mungkin gabungnya di grup masak dan sebaliknya. Orang yang suka ajeb-ajeb mana ada yang gabung di majelis dzikr. Walhasil penyuka dzikr dan penyuka hiburan awam untuk bersama dalam komunitas yang sama.
Nah, kira-kira jika di akhirat nanti kita pengennya kumpul sama siapa? Pastinya pengen kumpul dengan para ulama, wali dan para Nabi. Tapi apakah mungkin? Jika ulama, wali dan Nabi sedikit sekali makan dan tidurnya. Sedang kita? Sedikit-sedikit makan, sedikit-sedikit tidur. 😷
Mungkinkah kita bisa berkumpul dengan orang-orang sholih jika mereka lebih suka mengejar syurga sedang kita lebih asik mengejar dunia. Mereka suka membersamai fakir miskin. Sedang kita lebih suka mengerumuni orang kaya.
Lebih lagi, apakah kita bisa berdampingan dengan Baginda Rasulullah Saw. Jika frekuensi kita berbeda. Rasul mempertaruhkan harta dan jiwanya untuk agama. Kita justru mempetaruhkan agama demi harta dan tahta. Bahkan kadang meninggalkan agama demi rasa malu semata. 😥
Ogah melaksanakan kewajiban menutup aurat demi tidak ditinggalkan sahabat dan kerabat. Ga mau bawa-bawa agama ke ranah publik karena takut dicap intoleran. Berdiam diri saat kemaksiyatan meraja di hadapan karena takut menjadi pesakitan. Bahkan tak jarang mendukung yang salah demi materi senantiasa tercurah.
Berada di frekuensi yang jelas berbeda tapi ingin bersama. Waraskah kita? Saatnya cek frekuensi. Jika ada yang bengkok, luruskan. Jika salah arah, benahi. Mumpung usia masih dikandung badan. Jangan sampai menyesal di hari kemudian!
وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Rabbnya, (mereka berkata), “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin [as-Sajdah/32:12]
-Wati Umi Diwanti-
Ramadan24, 09.06.18
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Posting Komentar