Ribuan Nyawa (Kembali) Melayang Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

Kalimantan Post, 23/03/18

Ribuan Nyawa (Kembali) Melayang
Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

Oleh: Wati Umi Diwanti*

Aleppo, Gazza, Rohingya siapa yang tak tahu kisah mereka? Sekarang Ghouta. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) menyebutkan pertempuran yang telah memasuki hari ke-21 di Ghouta telah menelan 1.099 korban jiwa (m.republika.com, 11/02/18).

Andai yang seribu itu hewan melata sekalipun, siapa yang tega menyaksikannya. Dan ini, manusia! Diantaranya ratusan wanita dan anak-anak tak berdaya. Belum lagi yang terluka, hilang anggota tubuhnya, kesulitan makan, munum, bahkan tidur. Kejadian ini terus saja berulang lagi dan lagi.

Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

Menanggapi kasus semacam ini bisa saja kita berpikir simpel. "Buat apa dipikirkan, toh bukan di negeri kita."  "Untuk apa mikir jauh-jauh ke negeri orang. Masalah dalam negeri sendiri juga banyak." Betul sekali bahwa masalah kita juga banyak. Namun perlu diingat, meski jauh mereka juga saudara kita. Karena sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara (QS. Al-Hujarat:17). Perhatian kita pada Ghouta tentunya tanpa mengabaikan saudara sebangsa. Kepedulian kita adalah konsekuensi iman. Sebagaimana Nabi mengingatkan.

“Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45).

Karenanya sudah merupakan keharusan bagi kita untuk turut memikirkan solusinya. Tapi bagaimana? Secara personal kita hanya bisa membantu materi baik makanan atau obat-obatan. Sayangnya ini bukan solusi hakiki. Bayangkan saja saat mereka terluka lalu kita obati. Sembuh, lalu kita biarkan mereka diserang lagi. Kita obati lagi untuk merasakan sakitnya serangan berikutnya. Sungguh memilukan.

Sebaik-baik pertolongan adalah menghentikan serangan. Lalu menjaga keamanan mereka sembari menjamin pemenuhan kebutuhan mereka. Tapi apa daya, secara personal kita tak akan mampu melakukannya. Negara harus dihadapi dengan negara. Sayang, saat ini tak satupun negara yang bisa diharapkan. Tidak negeri-negeri Islam apalagi negeri kafir. Termasuk PBB pun bergeming, kecuali hanya meminta gencatan senjata. Tanpa bisa memaksa.

Sebuah Harapan

Teringat pada peristiwa masa lalu. Dimana seorang budak wanita digoda oleh seorang pria. Lalu ia memanggil sang penguasa negara adidaya kala itu. Dialah Khalifah Al-Muhtasimbillah. Dengan segera menyambut seruan seorang budak wanita. Tak ragu ia kirimkan pasukan yang kepalanya telah sampai di Amuria (negara asal si pelaku) sementara buntut pasukan masih berada di dalam negeri. Hanya untuk seorang wanita saja.

Penguasa adidaya yang hanya ada pada sosok bertaqwa yang mengadopsi sistem sempurna buatan Sang Pencipta. Sistem kekuasaan yang meneladani pemerintahan Rasulullah. Yang dilakukan oleh Khulufaur Rasyidin dan khalifah-khalifah sesudahnya. Pemimpin yang tak cuma mengecam tapi sigap kirimkan pasukan. Menghentikan setiap kezhaliman.

Karena Islam mewajibkan negara memelihara nyawa. Jangankan ribuan, satu nyawa saja melayang tanpa hak, wajib dituntut balas. Jangankan sampai ratusan wanita tersiksa, satu saja digoda, negara langsung turun tangan. Hingga tak satupun yang berani semena-mena saat Islam yang berkuasa.

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ.
Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim. (As-Sunanul-Kubra lin-Nasâ`i)

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-Baqarah: 190)

Untuk itu, jika benar kita membenci kezhaliman. Jika benar kita beriman. Mari bersama-sama mewujudkan kembali keberadaan pemimpin yang mampu yang menjadi junnah (perisai) bagi rakyatnya. Bagi siapa saja yang ...
Bagi siapa saja yang meminta tolong padanya.

”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Bagaimana Caranya?

Tak ada cara lain untuk mewujudkannya kecuali dengan mengenali Islam lebih dalam. Mengkajinya dari akar hingga daun. Dari sana kita akan mengetahui bahwa tak ada yang perlu ditakuti dari tegaknya kembali sistem Islam. Lalu turut menyampaikannya pada siapa saja. Hingga akhirnya semua orang bisa merasakannya. Lalu menginginkan yang sama. Maka biidznillah (dengan izin Allah) perisai umat itu akan hadir kembali. Sebagaimana telah dijanjikanNya melalui lisan Rasulullah Saw.

"Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja dictator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, beliau diam".(HR. Imam Ahmad)**

Dengan kembalinya perisai umat bernama Khilafah ini niscaya  tak hanya menyelesaikan masalah Ghouta. Tapi juga seluruh masalah manusia. Termasuk aneka rupa masalah di negeri kita tercinta ini. Insya Allah. []

*Pengasuh MQ.Khodijah Al-Qubro, Revowriter Kalsel-Martapura

**Hadits ini bersumber dari Musnad Imam Ahmad, hadits no.17680, juga musnad al Bazzar (no. 2796). Riwayat ini termasuk hadits


Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates