Home Artikel Remaja Pilih Yang Paham atau Yang Awam?
Pilih Yang Paham atau Yang Awam?
By Umi Diwanti At Juni 26, 2018 0
#Seri Pra Nikah #5
//Pilih Yang Paham atau Yang Awam?//
Bagi akhwat yang sudah aktif mengikuti kajian Islam. Terlebih yang sudah mengazamkan diri menjadi pejuang Islam. Tentu memiliki kriteria tambahan saat memutuskan menerima khitbahan.
Lebih baik mana, yang sudah ngaji atau yang awam? Bagi saya sulit menjawab pertanyaan ini.
Faktanya banyak akhwat yang ngaji dengan sesama aktivis tak jua menjamin aktivitasnya membaik. Ada saja yang malah muntaber (mundur teratur tanpa berita).
Tidak sedikit yang menikah dengan yang awam jadi lebih baik. Malah ada yang kemudian sang suami mengikuti, bahkan lebih terdepan dalam kajian dan perjuangan.
Meski dalam prosesnya ada yang cepat, ada juga yang lambat. Tentu dengan keistiqomahan dan perjuangan sang istri. Memberikan bukti-bukti bahwa jalan ini adalah yang terbaik dan layak diikuti.
Tidak mudah memang, tapi banyak kok yang berhasil. Meski tak jua menutupi fakta, ada yang akhirnya menjadi sulit bergerak dengan alasan suami tak paham.
Tapi, saya pikir bukan disitu masalahnya. Bukankah ini harusnya klir saat pra atau minimal di fase khitbah.
Jika setelah menikah baru tahu si dia melarang, lalu kita berhenti beraktivitas. Pertanyaannya, benarkah itu satu-satunya alasan? Sejauh mana kita sudah upaya memahamkan?
Dan satu hal yang sangat mendasar. Dulu saat khitbah apa yang dibicarakan? Kok bisa baru tahu setelah menikah kalau si doi ga setuju dan melarang? (note: pertanyaan ini tidak berlaku bagi yang hijrah setelah menikah)
Kemungkinnya, bisa jadi terlalu sibuk ngomongin tehnis. Sampai-sampai pemikiran mendasar tak tersasar. Inilah pentingnya ada pertimbangan sebelum menerima khitbah (di seri 2&3).
Selain itu agar pembahasan penting tak terlewat. Ada baiknya dibuat list poin pembahasan saat proses taaruf paska khitbah. Fokuslah disitu, conteng satu persatu jika sudah klir.
Jika perlu, mintalah bantuan teman, agar suaminya yang paham bisa bantu jelaskan. Atau minta tolong ustaz, tentunya lewat jalur ustazah kita.
Jangan lupa juga, jika si dia sudah oke-oke terus jangan langsung senang dulu. Pastikan lagi. "Afwan antum setuju apakah karena telah paham dan yakin atau karena ingin dapatkan saya?"
Terlalu berlebihan kah? Saya rasa tidak. Disitulah ruang bagi para akhwat untuk lebih leluasa memastikan kualitas calonnya.
Jika tidak, bisa jadi saat menikah kita akan 'terpuruk' dengan senjata 'kamu kan istri, wajib taat mauku'.
Jika sudah jadi istri, meski kita tetap wajib menjelaskan kebenaran tapi ruang gerak kita tak seleluasa saat khitbah.
Sebab, ada hukum syara suami istri yang sudah harus kita lakoni. Maka manfaatkan fase khitbah ini sebaik-baiknya.
Jangan karena dapat seserahan bejibun lalu prinsip tertimbun. Atau karena doi dari keluarga terpandang, hartawan plus rupawan. Lalu membuat kita lupa akan berbagai pertimbangan.
Jadi? Mau yang sudah paham atau yang masih awam, jika mereka orang yang iman dan hanif maka keduanya sangat memungkinkan menjadi pasangan taat yang baik buat kita.
Tinggal bagaimana kita (sebagai pihak penerima khitbah) menginteraksikan dan mengomunikasikan apa yang kita inginkan.
Baik saat pra dan paska khitbah untuk pemastian. Berlanjut paska nikah untuk perealisasiannya. Bagaimana sobat, sudah siapkah?
Insya Allah sejauh mana usaha kita menyiapkan, sejauh itu pula kebaikan yang Allah siapkan dalam rumah tangga dambaan kita. Allahu a'lam.
-Wati Umi Diwanti-
Syawal12, 26.06.18
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Posting Komentar