Perempuan Butuh Jaminan

Radar Banjarmasin, 09/03/18

Perempuan Butuh Jaminan
Oleh: Wati Umi Diwanti*

Hari Perempuan Internasional yang disepakati diperingati setiap 8 Maret adalah salah satu upaya pencarian solusi masalah perempuan. Tidak bisa dipungkiri bahwa permasalahan perempuan memang tidak sedikit dan tidak ringan. Mulai dari kekerasan dikalangan keluarga, masyarakat bahkan negara. Apapun permasalahan yang terjadi perempuan tak pernah absen mengisi bagian sebagai objek penderita. Namun juga tak dipungkiri perempuan pun kadangkala menjadi subjek pelaku masalah.

Hari Perempuan Internasional pertama kali dirayakan pada tanggal 28 Februari 1909 di New York dan diselenggarakan oleh Partai Sosialis Amerika Serikat. Demonstrasi pada tanggal 8 Maret 1917 yang dilakukan para perempuan di Petrograd memicu terjadinya Revolusi Rusia. Kemudian secara resmi dijadikan sebagai hari libur nasional di Soviet Rusia pada tahun 1917, dan dirayakan secara luas di negara sosialis maupun komunis. Baru pada tahun 1977, Hari Perempuan Internasional diresmikan sebagai perayaan tahunan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ditujukan untuk memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia. (https://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Perempuan_Internasional)

Meski terdapat beberapa versi sejarah awal hari perempuan intinya sama. Untuk memperjuangkan kembali hak-hak perempuan agar bisa hidup dengan layak dan bahagia. Tanpa ketertindasan. Tanpa diskriminasi.

Jika diperhatikan sungguh-sungguh aksi-aksi penuntutan hak baik hak perempuan atau buruh ini terjadi di Eropa. Oleh para penganut paham sosialis komunis. Mereka menilai semua masalah terjadi akibat ketidak setaraan. Baik antara laki-laki dan wanita maupun antara pekerja dan pemilik modal.

Hal ini bisa dimaklumi karena pada masa sebelumnya, Eropa dikuasai oleh sistem pemerintahan yang lahir dari perselingkuhan penguasa dan pengusaha. Dimana para pengusaha menjadikan penguasa yang kala itu mengatas namakan agama untuk memperdaya rakyatnya demi kepentingannya. Kesewenang-wenangan dan berbagai kesenjangan merjalela atas nama agama (nasrani).

Karenanya mereka memandang penting untuk menuntut kesamaan hak bagi semuanya. Tak terkecuali antara laki-laki dan perempuan. Yang lebih ekstrim lagi mereka menganggap sumber kesengsaraan itu karena melibatkan agama dalam pengaturan negara. Karenanya ada diantara mereka yang bersikeras menghapuskan agama. Namun sebagian lainnya masih menginginkan keberadaan agama. Akhirnya diambil jalan tengah. Agama tetap ada tapi jangan coba-coba dibawa ke ranah pengaturan negara. Haram hukumnya!

Jauh sebelum terjadinya kekacauan di Barat khususnya Eropa. Perempuan bagian Timur dunia telah lebih dulu mengalami kesengsaraan berkepanjangan. Sebagaimana yang lazim kita dengar, bayinya saja dikubur hidup-hidup. Apalagi pada para perempuan dewasanya. Mereka diperlakukan tidak lebih dari barang dagangan. Sekedar pemuas nafsu lelaki.

Setelah datangnya syariat Islam melalui Rasulullah Saw. Nestapa perempuan berangsur sirna. Berbagai ketentuan syariat saling bersinergi memuliakan wanita. Secara individual, seorang anak wajib berbakti pada orangtuanya dan terutama pada ibunya. Sampai-sampai syurga berada di telapak kaki ibu.

Seorang suamipun diwajibkan membahagiakan istrinya dengan pemenuhan segala kebutuhannya (nafkah) baik lahir maupun bathin. Rasul bersabda “Sebaik-baik kalian, (adalah) yang sikapnya paling baik terhadap perempuan-perempuan mereka (sendiri).” (HR. Tirmidzi)

Selepas hijrahnya Rasul ke Madinah kemuliaan wanita lebih terjamin. Tak lagi sebatas seruan. Hak-hak perempuan dijamin oleh negara. Rasul selaku kepala negara tak membiarkan ada seorang suami yang melalaikan nafkah pada anak dan istrinya.

Rasul pernah mengusir sekelompok laki-laki di sebuah masjid. Mereka berdzikir hingga siang sementara anak istrinya belum tersedia nafkahnya. Begitu juga Rasul pernah memberikan kapak (pekerjaan) pada seorang lelaki yang meminta-minta padahal tubuhnya masih kuat untuk bekerja.

Jika kepala keluarga ada kendala syar'i tak mampu bekerja, negara secara langsung yang akan memenuhi. Sebagaimana Umar membawakan langsung gandum kepada seorang wanita dan anak-anaknya yang sedang kelaparan.

Adapun dalam pendidikan, kesehatan dan keamanan. Islam memberi jaminan yang sama antar lelaki dan perempuan. Begitu juga masalah hak suara. Sebagaimana cerita tersohor di jaman Umar. Suara seorang wanita biasa mampu merubah keijakan Sang Umar yang kala itu menjabat sebagai khalifah, terkait batasan mahar.

Demikian juga kehormatan perempuan begitu dilindungi. Seorang wanita muslimah yang disingkap jilbabnya oleh pemuda Qainuqa menyebabkan Rasulullah mengepung perkampungan Bani Qainuqa berhari-hari. Sampai mereka memohon ampun dan jera. Begitu juga seorang wanita yang digoda bangsa Romawi. Al-Muhtasimbillah langsung diturunkan pasukan yang kepalanya sampai di Amuria ujungnya masih di negera khilafah. Perempuan benar-benar kehormatan yang dijaga sekuat negara.

Oleh karena itu tak pernah ada sejarahnya ada aksi para perempuan menuntut persamaan hak kala Islam dijadikan aturan.Karena mereka sudah mendapatkan secara sempurna hak-haknya. Justru ketika kekuasaan Islam diruntuhkan. Lalu seluruh negeri di dunia mulai tertulari pemikiran sekuler. Yakni pemisahkan aturan pemerintahan dengan Islam. Maka saat itulah hak-hak perempuan terkoyak satu demi satu.

Berkaca dari fakta saat ini. Buah tuntutan dari kesetaraan. Saat perempuan mendapat kebebasan di ranah publik sebebas-bebasnya. Saat semakin banyaknya perempuan menduduki kursi kekuasaan. Lihatlah yang terjadi pada perempuan. Bukan perbaikan justru kerusakan. Banyak perempuan diperdaya atas nama pemberdayaan. Setiap jengkal tubuh wanita dihalalkan sebagai alat penghimpun keuntungan. Angka pelecehan semakin menggunung. Kemiskinanpun tak terelakan.

Karenanya sungguh harus disadari bahwa perempuan saat ini tak butuh sekedar pengakuan kesetaraan tapi sebuah jaminan pemenuhan hak dan kebutuhannya. Bukan hak tanpa batas sebagaimana yang ditanamkan Barat. Yang justru mengeluarkan wanita dari fitrahnya. Melainkan hak dan kebutuhan yang sesuai penciptaan perempuan.

Karenanya salah besar jika ingin mencari penyelesaian masalah perempuan dengan menolak penerapan syariat Islam. Justru secara hiatoris peradaban Islam sajalah yang mampu memuliakan perempuan. Memenuhi segala haknya dan memudahkannya melaksanakan kewajibannya. Sebagai pencetak generasi unggul dan gemilang.

Buat apa kesetaraan jika justru semakin berat beban perempuan. Buat apa keterersediaan kursi jabatan kekuasaan jika aturan yang dimainkan hampa dari jaminan kebutuhan perempuan. Karenanya sekali lagi, perempuan perlu jaminan. Dari sebuah sistem kehidupan yang dijalankan. Dialah aturan yang dibuat oleh Sang Pencipta Perempuan itu sendiri. Islam! Insya Allah rahmat bagi perempuan dan seluruh alam.[]

#PerempuanMuliaDenganIslam
#BukanYangLainnya
#IslamKaffahRahmatanLilalamin

*Pengasuh MQ.Khodijah Al-Qubro, Revowriter Kalsel, Warga Martapura


Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates