Men-Setting Hati Tuk Raih Bahagia Hakiki


//Men-setting Hati Tuk Raih Bahagia Hakiki//

Hari ini sowan ke rumah ortu angkat. (Beda lagi sama yang kemarin. Ada berapakah punya ortu angkat? 😀). Kebetulan waktu masih single bisnis saya banyak berinteraksi dengan ibu-ibu.

Bagi saya bisnis bukan sekedar uang, tapi menjalin ukhuwah itu lebih menyenangkan. Walhasil, sampai menikah dan sudah ga bisnis lagi kami masih sangat dekat. Anak-anak beliau, khususnya yang cewek dah kayak adik sendiri.

"Liatin Ma, kenapa Mba Wati ni badannya ga gendut-gendut?" Cerocos si bungsu bernada sinis, karena badannya memang agak lebar-an 😁

"Gendut kok kalo pas lagi hamil" balasku, berupaya menghibur. "Sudah punya anak tiga masih gitu-gitu aja." Sambungnya, masih terlihat 'kesal'. Ku senyumin aja, karena kebetulan sudah pas mau pamit.

***

Mungkin banyak yang 'iri' dengan 'kekurusan' orang lain. Tapi jangan salah, ada juga lo yang iri liat 'kemontokan' orang lain. Yang montok aja ga tahu, mungkin karena orang kurus lebih jaim. 😂

Seperti halnya 'iri' liat kehidupan keluarga orang lain. Padahal ada keluarga lain yang juga iri liat keluarga kita.

Karna kan stiap yang nampak luar itu tak mungkin 100% seperti tampakan dalam. Apalagi sekedar tampakan di sosmed.

Saya yang dari keluaga biasa bahkan ada kalanya mengalami kesulitan ekonomi yang benar-benar harus berhitung agar bisa tetap makan.

Di saat bersamaan, Mama sering bilang bahwa ada orang lain, entah itu tetangga/kenalan beliau yang menilai keluarga kami itu  'nyaman' (=mapan, bhs banjar).

"Nyaman ai kaya pian ni Cil ai, saraba cukupan haja, anak pintar-pintar. Mun kaya kami nih sakit banar." Padahal kalo menurut peneropongan kami, bliau ini ekonomix lebih baik dari kami saat itu". 😬

"Alhamdulillah Ma, dilihat orang barang nyaman, mudahan jadi doa, kawa nyaman bujuran kita." Sahutku, membesarkan hati Mama kala itu.

***

Intinya hidup itu kita yang rasakan, kita yang nikmati. Jika ingin nyaman, kitalah harus pintar-pintar bikin setting-annya.

Sebaik-baik setting-an cita rasa adalah nilai agama. Bahagialah setiap mampu melakukan yang diperintahkanNya. Sebaliknya, sedih dan irilah jika orang lain bisa taat sedang kita tidak.

Masalah gendut, kurus, banyak duit, pas-pasan atau malah kekurangan itu semua tak lain adalah ujian. Yang perlu kita lakukan hanyalah evaluasi.

Apakah gendut kita karena memang sudah dari sononya atau karena kita memang suka makan berlebihan tapi kurang gerakan.

Begitu juga harta, kita kekurangan apakah karena teguran sebab kita enggan berbagi atau tak punya rasa peduli saat diberi berlebih.

Jika ada andil kesalahan kita, maka perbaikilah amal, sesuaikan dengan tuntunan syariat. Jika sudah, tapi masih begitu juga, maka ikhlaslah. Berarti itu sudah ketetapan-Nya.

Toh tak ada papan pengumuman di pintu Syurga bahwa "orang gendut dan miskin dilarang masuk". Lalu buat apa kita cemaskan?

Bagi yang jomblo, toh jauh dekatnya jodoh tak ditentukan berat badan. Buktinya yang kurus juga ada yang jodohnya belum dipertemukan.

So, nikmati hidup dengan ketaatan. Apalagi ini baru selesai masa penggemblengan diri untuk terbiasa dalam kebaikan.

Lanjutkeun, meski harus dipaksakan! Jangan habiskan energi untuk memikirkan yang bukan-bukan.

Semoga makin hari makin baik iman dan taqwa kita dan Allah berkenan menganugerahi kita husnul khotimah. Aamiin Ya Robbal Alamin.

-Wati Umi Diwanti-
Syawal3, 17.06.18

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates