Euforia 'Om Telolet Om'

EUFORIA “OM TELOLET OM”
Oleh: Wati, SPd

(Radar Banjarmasin 24/12/16)


~Setelah Goyang PPAP dan Mannequin Chalenge Sekarang Giliran “Om Telolet Om”~

Berawal dari sebuah grup WA ada teman bertanya “apa sih arti om telolet om?” saya pun menyimak berbagai jawaban dari anggota grup lainnya. Akhirnya info awal adalah bahwa ungkapan tersebut merupakan celotehan anak-anak yang sedang menunggu bus, yang menginginkan supir bus menyalakan klakson jika melintasi mereka dan dengan mendengar suara klakson itu mereka bahagia. Jadilah istilah itu viral, semua dinding sosmed dihiasi istilah tersebut untuk berbagai ungkapan. Ada juga yang memperingatkan agar tidak latah mengikuti kalimat yang sedang viral tersebut karena disinyalir mengandung hadloroh agama tertentu. Bahkan terdengar isu bahwa akan diadakan lomba klakson efek Om Telolet Om ini.

Terlepas dari itu semua, sebenarnya fenomena ini bukan hal baru. Sebelumnya hal serupa seperti mannequin challenge dan goyang PPAP pun sempat nge-hits dan manjadi viral di mana-mana. Intinya hal-hal tersebut awalnya adalah aktivitas biasa bahkan sia-sia yang kemudian viral dan mendunia. Sehingga membuat orang merasa bangga dan bahagia jika bisa ikut andil melakukannya.

Mengapa umat sedemikian latahnya mengikuti sesuatu yang sebenarnya banyak hal lain yang lebih penting dan bermanfaat untuk diviralkan bersama. Tentu ini tidak aneh terjadi saat ini, karena mereka ingin berbahagia meski sesaat. Minimal selama mereka melakukan itu mereka lupa betapa beratnya beban hidup sekarang. Betapa derita hidup bertebaran dimana-mana. Sehingga setiap momen yang bisa membuat mereka lupa akan derita akan mereka ambil. Di sisi lain juga dikarenakan mereka memang sudah tidak terbiasa berpikir dalam berbuat. Sehingga arus perbuatan mereka seperti benda yang mengapung di sungai, kemana arus sungai opini membawa kesanalah mereka melangkah, bertingkah dan berpolah.

~Asal Bahagia, Bahagia Asal~

Di tengah beratnya beban hidup, maka apapun yang membuat bahagia mereka ambil. Tak penting apakah ini bahagia sesungguhnya atau cuma sementara. Padahal untuk bahagia harusnya justru meninggalkan hal yang sia-sia. Standar bahagia saat ini adalah apa saja yang menuai dukungan banyak orang, membuat terkenal dan merasa bisa terus update dengan apa-apa yang sedang tren. Sehingga apapun itu yang yang lagi tren dan diapresiasi banyak orang itulah bahagia. Terlepas apakah itu perbuatan bermanfaat atau tidak, baik atau buruk, penting atau remeh temeh, bahkan berbahaya pun tak mengapa. Yang penting ikut orang banyak tepatnya ikut dalam opini yang sedang ramai.

Dan jika umat ini terus begini maka artinya apa yang akan dilakukan umat bisa digiring dengan opini yang dibuat dan diviralkan oleh siapapun. Dan bahaya tentunya jika ini digunakan oleh orang-orang yang punya kepentingan buruk untuk umat ini. Karena umat tak sadar prilaku mereka menguntungkan siapa dan merugikan siapa. Padahal tak selamanya kebenaran bisa diukur dengan banyak dan sedikitnya dukungan. Yang ramai belum tentu benar dan harus diingat sekarang musuh-musuh Islam sangat mahir dalam memainkan opini di berbagai momen dan kesempatan.

~Bahagia Yang Seharusnya~

Untuk mendapatkan bahagia sejatinya umat terlebih dahulu harus memahami apa tujuan dari kehidupan ini. Dan tentunya tujuan yang benar bukanlah tujuan yang ditetapkan oleh manusia itu sendiri karena manusia itu sendiri adalah makhluk. Selamanya makhluk tak bisa menentukan tujuan diciptakannya dirinya. Contohnya tanyakan saja pada kulkas, buat apa dia diciptakan, tombol ini untuk apa, bagian ini buat menyimpan apa? Niscaya ia tidak tau. Yang tahu tujuan diciptakannya dan apa saja fungsi-fungsi benda-benda yang ada padanya hanyalah perusahaan yang memproduksinya. Demikian pula tujuan diciptakannya manusia, Sang Kholiqlah yang menentukan. “Tidaklah Ku cipatakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah padaKU” (QS.Adz-Dzariyat:56). Inilah hakikat tujuan penciptaan manusia.

Ibadah dalam arti luas pun Alloh gambarkan pada manusia utusanNya yaitu Rosululloh “Apa-apa yang diberikan Rosul kepadamu maka terimalah, dan apa saja yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” (QS.Al-Hasyr:7). Maka saat Rasulullah mencontohkan agar hidup ini senantiasa terikat dengan hukum-hukum Allah baik dalam ranah individu maupun publik. Dalam berhubungan dengan Allah, dengan diri sendiri maupun dengan manusia lainnya. Semuanya ada hukum yang telah ditetapkanNya. Jika dilaksanakan sebagian dan sebagian tidak dilaksanakan maka akan mengundang kenistaan hidup dan siksa keras di akhirat kelak (QS.Al-Baqoroh:85). Jika sudah memahami ini maka tentunya manusia berlomba-lomba untuk memenuhi waktunya dengan amal-amal yang bermanfaat, amal-amal yang menjauhkan dirinya dari kenistaan dunia dan azab keras di akhirat kelak. Meski zohirnya tak dapat pujian apalagi ikutan. Dalam mengamalkan seruan pun mereka akan sangat berhati-hati dalam urutan, sehingga yang sunnah tak akan diutamakan dari yang wajib dan yang mubah tak menghabiskan jatah waktu untuk amal wajib dan sunah.

~Bahagia Pun Perlu Negara~

Umat yang paham akan hakikat penciptaannya tentu tidak akan mudah terbawa arus opini dan tren masa kini. Baginya ridho Allah diatas segalanya. Setiap berbuat selalu syara’ menjadi penentu, terus dilakukan atau harus dihentikan. Dan siapa yang paling berwenang dan berkewajiban menjadikan umat ini memahamai tujuan hidupnya? Penguasalah yang paling bertanggung jawab dalam hal ini. Baik dalam mencetak para orangtua yang lihai dalam mendidik anak didalam rumahnya, maupun sebagai penyelenggara sistem pendidikan yang berkualitas dan murah/gratis yang bisa diakses oleh seluruh rakyatnya. Hasil dari pelaksanaan tanggung jawab tersebut bisa dilihat dari bagaimana aktivitas rakyatnya.

Dengan adanya fenomena ini, menunjukkan bahwa fungsi negara belum berjalan sebagaimana mestinya. Karena jika negara ini telah berjalan sesuai fungsinya tentunya viralnya ‘om telolet om’ pastinya tidak akan mengalahkan viralnya Om sholat om, om jihad om selamatkan saudara kami di Aleppo. Karena perkara sholat dan pembantaian kaum muslimin ini tentunya lebih penting untuk diviralkan.

Karenanya peran negara harus segera dikembalikan pada peran hakikinya sebagai penanggung jawab rakyatnya. Penanggung jawab atas segala kebutuhannya serta penanggung jawab atas segala terlaksananya kewajiban mereka sebaga hambaNya. Untuk mampu melaksanakan peran tersebut jawab negara tidak bisa mengandalkan tata aturan dan sistem yang ada sekarang. Karena sistem yang ada sekarang merupakan warisan penjajah dan bersumber dari pikiran manusia yang serba terbatas. Perlu merujuk pada perangkat aturan yang bersumber dari Sang Maha Tahu apa yang terbaik untuk makhlukNya. Yaitu Sistem yang telah digariskanNya dalam qur’an dan sunnah NabiNya. Semuanya telah terangkum dalam sistem kehidupan Islam yang bernama Khilafah. Wallohu ‘alam bish showwab.



#NegaraSokoGuruKetahananKeluarga
#MuslimahPeduliNegara

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates