Generasi Bowow

//Generasi Bowow//

Masih ingat Sinta dan Jojo dengan keong racunnya? Pasti masih ingat juga kisah Awkarin dan Afi Nihaya? Mereka terkenal seketika dengan wasilah dunia maya.

Nah pasti masih fresh juga dalam memori otak kita tentang Yusi Fadila dengan aksi mangga mudanya. Berikutnya adalah aksi narsis Nurrani sang 'istri' Iqbal artis idolanya.

Dunia remaja memang ga ada matinya. Terlebih setelah ramainya jagad sosmed. Berbagai aksi remaja sering membuat gempar.

Yang sekarang lagi booming is Bowo. Bermodal tiktok, namanya langsung melejit dihati para remaja. Yang putri tergila-gila yang putra ingin jadi yang sama.

"Buat agama yuk, ka Bowo jadi Tuhannya, kita semua jadi umatnya. Yang mau jadi Nabinya chat aq ya."

"Bowo, kamu kok ganteng banget sih, gua rela ga masuk Syurga asal peraw*n gua pecah sama Bowo. Moga Bowo baca ini."

Innalilahi wainna ilaihi rojiuun. Sungguh petaka besar melanda negeri ini.

Entahlah itu chat candaan atau seriusan. Jika bercanda pun itu sudah diluar batas. Pertanyaannya mereka ini anak manusia yang dilahirkan oleh siapa?

Satu yang pasti, mereka semua lahir dari rahim seorang ibu. Seorang perempuan yang pastinya punya banyak harapan kebaikan pada anak-anaknya.

Seperti halnya saya, melahirkan bukan untuk mendulang harta. Kami para ibu hanya mengharap doa-doa dari tangan mereka saat kami telah tiada.

Tak ada yang lebih membahagiakan seorang ibu kecuali anak-anak sholih sholihah. Senantiasa menghabiskan usia dengan ketaatan pada Rabb-nya.

Bukan yang mendulang gempita manusia dengan meniadakan agama. Mengobral harga diri demi materi dan nafsu birahi. Mengejar ketenaran yang berujung nar jahannam.

Kami ingin tangan-tangan mungil yang dulu kami bimbing berjalan, kelak membimbing kami ke dalam Jannah-Nya. Kami sungguh tak rela jika tangan-tangan itu menyeret kami ke neraka.





Tapi apa daya, sebagai ibu tak banyak yang bisa kami lakukan tuk capai harapan. Habis waktu kami untuk urusan perut dan gaya hidup.

Habis tenaga kami demi meraup seonggok nasi dan perhiasan imitasi. Sekedar agar diri bisa diakui di zaman penuh gengsi.

"Tu khan, ini kelalaian kalian para ibu!"

Kami hanya bisa menunduk menghadapi tudingan demi tudingan. Memang, kami akui ada andil kami dalam tiap rusaknya generasi. Tapi, cobalah tanyakan kenapa kami begini?

Bukankah sistem ini yang membuat kami hilang kendali. Urusan perut melilit hidup kami. Memaksa kami turut beraksi dalam urusan sesuap nasi.

Tersebab suami dan wali kami yang terbiasa ongkang kaki tak jua diadili. Daripada suami istri bersengketa, sudahlah buar kami ikut bekerja.

Pada sebagian keluarga, para suami dan wali kami mau bekerja tapi mereka tak berdaya. Entah kesehatan atau fisik mereka yang memang tak kuasa.

Selebihnya, sisebabkan lowongan kerja semakin langka. Jikapun ada, kebanyakan menerima wanita. Sayup-sayup kami dengar lowongan kerja itu ada, tapi untuk para TKA.

Lagi-lagi, daripada tak ada, baiklah kami saja yang bekerja. Maka kami pun lelah. Ditambah kurangnya ilmu yang kami punya, jadilah pendidikan anak benar-benar seadanya.

Sebagian kami lainnya sebenarnya orang berpunya. Tapi bukankah sistem ini juga yang selalu membisiki mereka bahwa wanita pekerja lebih mulia. Bahwa yang berharta lebih berharga.

Jadilah mereka lebih suka bekerja, timbang di rumah bersama anak-anaknya. HP dan TV menjadi penganti setia. Dan lihatlah apa yang diajarkan media pada anak-anak bangsa?

Sekolah yang diharapkan mampu memberikan benteng pertahanan pendidikan pun mulai berubah fungsi menjadi penyedia tenaga kerja. Mereka bisa kerja dimana, lebih utama daripada pemahaman agama yang dipunya.

Bahkan berbagai isu negatif yang menyerang Islam akhir-akhir ini membuat penanaman agama mulai dikurangi. KSI dicurigai, kajian Islam ditakuti. Sementara jam formal pelajaran agama sedikit sekali.

Plus, apresiasi yang seringkali tertukar. Prestasi akademik, capaian akhlakul karim, keimanan dan ketaatan sepi dari sanjungan. Sementara para generasi alay banjir pujian dan berbagai undangan kehormatan.

Bukan sepenuhnya salah remaja jika akhirnya mereka lebih memilih prestasi dunia meski harus menggadaikan agama. Syurga dan neraka tinggal cerita. Bagi mereka yang penting happy, akhirat urusan nanti.

Maka adakah yang lebih layak dipersalahkan atas kejadian ini selain sistem sekuler kapitalis?

Sistem yang mengharuskan pemisahan agama dari aturan kehidupan. Yang membuat banyak ibu lalai. Yang membuat dunia pendidikan tergadai. Lalu lahirlah generasi-generasi alay.

Selama sistem sekuler ini masih dipertahankan. The next Bowo pasti akan terus bermunculan. Hanya satu cara menghentikan. Kembali pada sistem hidup buatan Tuhan! Itu pilihan dan perlu diperjuangkan.

#YukNgajiIslamKaffah
#YukDakwahBerjamaah
#IslamKaffahRahamatanLilalamin
#LanjutkanPerjuangan

-Wati Umi Diwanti-
Syawal15, 30.06.18

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates