//Agar Dukun Cabul Tak Lagi Muncul//
Oleh: Wati Umi Diwanti
(Dimuat: Kalimantan Post, 06/02/18)
Warga kabupaten Banjar dihebohkan dengan tertangkapnya seorang yang selama ini dikenali sebagai tuan guru atas tuduhan pelecehan seksual. H. Itab, warga Kampung Melayu, Martapura Timur ditangkap oleh pihak kepolisian Kamis (25/1) malam di rumahnya. Kejadian ini menimpa M sejak 2014 dan sudah berulang 20 kali. Baru berani melapor setelah mendengar ada orang lain mendapat perlakuan sama. (kanalkalimantan.com, 28/2/2018)
Bupati Banjar sendiri sebenarnya sudah menaruh curiga sejak awal dibukanya pengajian tersebut. Sempat ingin menutup penutup, hanya saja belum ada bukti dan pengobatan itu bersamaan dengan pengajian. Khawatir akan menuai respon negatif dari masyarakat. H.Itab itu memakai bantuan jin, ungkap Guru Khalil. (Radar Banjarmasin, 1/2/2018)
Kasus serupa bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. Cukup menuliskan kata “pelecehan seksual atas nama pengobatan” di mesin pencarian elektronik akan muncul berderet berita serupa. Yang cukup heboh adalah kasus Aa Gatot Brajamusti. Karena korbannya saat itu adalah artis-artis terkenal. Jika H. Itab disinyalir menggunakan bantuan jin, Aa Gatot jelas-jelas menggunakan aspat (jenis sabu) untuk menaklukan mangsanya.
Hanya saja dari keduanya sebenarnya memiliki kesamaan yang harusnya membuat masyarakat tahu praktek pengobatannya itu tidak benar. H. Itab yang selalu meminta pasiean masuk ke dalam kamar berduaan saja dengannya dan Aa Gatot yang memasukkan aspat dari mulut ke mulut. Bagi kita yang memahami aturan interaksi antara laki-laki dan wanita tentu jelas tahap awal yang mereka lakukan ini sudah merupakan pelanggaran. Harus dicurigai dan diadukan.
Sayangnya pasien terlanjur memandang pelaku sebagai orang alim, guru spiritual. Membuat mereka yakin sepenuhnya apa yang dilakukan itu tidak menyalahi aturan Allah. Di sisi lain pemahaman umat terhadap aturan Allah juga cukup lemah. Bisa jadi mereka tidak tahu batas interaksi yang dibolehkan dalam agama itu seperti apa. Dan ini sangat wajar terjadi mengingat kajian tentang nijom ijtima’i (aturan pergaulan) dalam Islam jarang sekali dibahas.
Pelajaran agama di sekolah umum hanya membahas seputar rukun iman dan fiqh seputar rukun Islam. Bagaimana aturan shalat, berzakat dan berhaji. Tidak ada pembahasan khusus tentang fiqh pergaulan. Demikian pula dalam pendidikan agama jikapun ada hanya sebatas siapa mahrom dan bukan mahrom. Tidak detail interaksi apa saja yang dibolehkan dan yang dilarang. Maka saat berhadapan dengan orang yang dianggap pengetahuan agamanya lebih mereka pun cenderung pasrah.
Di sisi lain, fenomena pengobatan alternatif ini juga berkaitan dengan biaya pengobatan yang semakin mahal. Pengobatan alternatif biasanya lebih murah dan kadang tidak memasang tarif. Apalagi jika sudah ada yang merasa berhasil disembuhkan, akan ramailah masyarakat menuju tempat tersebut. Biasanya pengobatan macam ini menerima segala jenis penyakit, mulai dari penyakit ringan sampai berat, penyakit fisik hingga psikis.
Yang terakhir yang sangat disayangkan adalah kejadian seperti ini hanya akan terungkap setelah ada korban yang tak tahan dan berani melapor. Entah sudah berapa banyak yang sebenarnya menjadi korban H.Itab selama bliau praktek. Belum lagi oleh pelaku lain yang jumlahnya pasti tak terhitung. Karena tidak semua korban sadar sedang diperalat, jikapun sadar tidak semua berani melapor.
Dalam hal ini kehadiran negara sebagi pelindung masyarakat sangatlah diperlukan. Negara harus bertanggung jawab menanamkan aqidah dan memahamkan masyarakat terhadap ajaran agama secara sempurna. Sehingga secara pribadi masyarakat memiliki benteng pertahanan diri dengan pemahaman yang dimilikinya itu. Paham mana yang boleh dan mana yang terlarang. Pun juga paham kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar saat menyaksikan ada pelanggaran syariat.
Pemahaman tentang pengobatan yang benar pun harus diberikan. Bahwa pengobatan non medis yang dibenarkan adalah pengobatan herbal, bekam atau yang serupa yang tidak mengandung unsur-unsur mistik. Dan setiap yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat termasuk pengobatan, haruslah di bawah kontrol negara. Yang tidak kalah penting adalah ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan gratis. Dijamin masyarakat tak akan mudah terjerumus pada pengobatan alterntif gadungan lagi.
Dari segi pelaku harus diberikan pemahaman agar mau kembali ke jalan yang benar. Jika terbukti menggunakan kekuatan mistik seperti bersahabat dengan jin, maka dibimbing untuk segera bertaubat. Kemudian diberikan sanksi sesuai ketetapan syariat. Jika sampai pada perzinahan maka sudah jelas sanksinya dalam Islam, bagi muhson (orang yang sudah pernah menikah) harus dirajam. Untuk goiro muhson (belum menikah) dicambuk seratus kali dan diasingkan.
Sanksi yang diberikan selain untuk menjerakan agar yang lain berpikir ulang jika ingin melakukan yang sama. Juga sebagai penebus dosa. Jika pelaku telah bertaubat dan memohon maaf pada korban, lalu dihukum rajam maka dosa-dosanya akan diampuni Allah Swt. Demikian penjagaan yang harusnya dilakukan oleh negara kepada masyarakat. Niscaya praktek dukun cabul tak akan pernah muncul lagi.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Posting Komentar