Ngabuburit (yang) Bikin Hati Menjerit (2)

//Ngabuburit (yang) Bikin Hati Menjerit (2)//



Sepulang pencarian barang yang diperlukan. Kami pulang lewat jalan berbeda. Hampir aja keserempet sama rombongan motor anak remaja.

Mereka ngobrol antar motor yang melaju sejajar. Tak begitu memperhatikan jalan karna sakin asiknya. Padahal jalanan sempit.

Setelah kejadian saya pandangi mereka. Anak usia SMP, asik sendiri tanpa peduli hampir mencelakai orang lain. Cengengesan, ga yang pemuda ga yang pemudi.

Dalam hati gregetan rasanya pengen tak ceramahi. Akuoun tersentak. Eh, bisa jadi mereka ini anak dari para ortu yang sedang berjuang mencari peruntungan tadi. (di seri 1).

Atau sekarang emaknya sedang sibuk menyiapkan bukaan. Bapaknya sedang kelelahan selepas mencari nafkah seharian. Eh mereka malah asik-asikan dijalanan.

Apalagi liat kedai-kedai dipenuhi muda mudi yang lagi pada bukber. Pastinya ga smua mereka dari keluarga berada.

Bisa jadi yang mereka pakai buat bukberan itu hasil kerja ortu seharian full. Bahkan mungkin ada yang mempertaruhkan puasa dan ibadah lainnya demi kebutuhan anaknya.

Yang lebih miris lagi, dan pengen rasanya saya menjerit. Sekalian jewerin kuping mereka satu-satu-satu. "Woi udah dibesarin susah-susah malah ngirimin dosa ke ortu."

Gimana ga, lha mereka itu buka puasanya bareng pacar, gebetan, minimal teman. Ikhtilat (campur baur) ga keruan. Bahkan ada yang khalwat (berdua-duaan dengan bukan mahrom).

Belum lagi sholatnya. Biasanya mereka ga langsung pulang. Ada yang jalan-jalan. Minimal selfian dulu sepuasnya. Apalagi kalo bukbernya di kedai yang sengaja menyediakan latar-latar cantik.

Nah lho, sudahlah melanggar hukum pergaulan rentan pula melanggar waktu sholat.

"Ah yang penting bukan anak kita."

Tapi sulit rasanya hati Emak ini untuk tak peduli masalah ini. Secara, mereka itu juga anak-anaknya kaum muslimin. Saudara kita.

Mereka sama dengan kita, melahirkan anak dengan meregang nyawa. Ada harapan yang terselip di tiap doa mereka. Agar anaknya kelak membantu langkah mereka menuju Syurga.

Tapi harapan itu amat memilukan jika kita lihat apa yang kebanyakan remaja lakukan sekarang. Bisa jadi mereka justru menyeret kaki ortunya ke neraka. Naudzubillahi min dzalik.

***

Ya Allah, kami sadar banyak sekali kekurangan kami dalam mendidik anak kami. Hingga tak cukup bekal agamanya. Sungguh itu akibat minimnya pula bekal ilmu kami.

Terlebih saat kebutuhan hidup yang kian berat. Seolah memaksa kami para Emak ikut terjun bebas mengais sisa-sisa kehidupan yang dirampas para kapital.

Ya Robb, sungguh kami rindu aturan yang membuat kami emak dan anak-anak kami terjamin. Kami rindu adanya para qhadi yang turut menjaga anak-anak kami.

Kami rindu masyarakat Islami yang mampu memberikan teladan terbaik untuk anak-anak kami. Penguasa yang begitu dekatnya dengan kami. Hingga tak satupun kebutuhan kami kecuali ia penuhi sepenuh hati.

Hingga membuat kami para Emak tenang dan fokus mendidik anak-anak kami. Menjadikan mereka pejuang agama sejati.

Ya Rohman, kapan masa itu akan kembali lagi. Sedang dakwah saat ini rentan dikriminalisasi. Pejuangnya banyak yang dipersekusi. Hingga umat semakin takut dan menjauhi syariatMu.

Ya Kariim, jikapun kami tak sempat menyaksikannya tegaknya kembali SyariatMu. Tegakkanlah ia di masa anak-anak kami. Agar hilang kerisaun kami. Anak kami sudah ada yang menjagai.

Yakni, seorang penguasa sholih yang menjalankan sistem kehidupan shohih buatanMu. Semoga tak lama lagi. Aamiin.

-Wati Umi Diwanti-
Ramadan2, 18.05.18

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates