Ngabubirit (yang) Bikin Hati Menjerit


//Ngabuburit (yang) Bikin Hati Menjerit (1)//



Hari pertama puasa saya dan keluarga kecil jalan-jalan. Sebenarnya bukan niat ngabuburit sih. Kebetulan ada persiapan bahan tempur puasa kami yang saya lupa beli sebelum Ramadhan.

Ternyata jalanan padat, orang hilir mudik cari bukaan. Warungpun bertebaran hampir merapati setiap pinggiran jalan.

Ada yang ruame, pembelinya sampai ngantri panjang. Udah mirip POM bensin klo premuim lagi ada aja. Yah tau sendirilah, premium tu langka. Jarang ada. Udah gitu saingan sama pasukan jerigen pula. 😢

Balik ke warung lagi. Ada yang pembelinya hanya satu dua. Ada juga yang sama sekali ga ada. Wajah penuh harap dagangannya ada yang membeli.

Sedih rasanya membayangkan mereka harus pulang dengan bawaan yang tak berkurang. Bukan sekedar tak dapat untung. Bisa jadi malah buntung. Padahal bisa jadi juga ada beban hutang yang harus dilunasi. Ada sewa tempat yang harus rutin dibayari. Terlebih lagi, ada perut-perut kosong yang menanti diisi tiap hari. Pilu.

Etapi dibalik warung yang extra lakupun ada kisah memilukan. Pasalnya warung laku itu kan menggiurkan. Sudah pasti sayang tutup meski sesaat. Ini juga ujian pemiliknya. Bisa jadi justru banyak waktu istimewa khususnya di bulan ramadan yang jadi terlalaikan.

Sayapun jadi ingat sebuah keluarga papa yang pernah saya kunjungi saat Ramadan. Beliau cerita. "Kami Bu ai kadada (ga ada) yang puasanya." Sayapun kaget.

"Anak pian pang?" Tanyaku balik. "Sama aja Bu ai, serumahan pang kami kada puasaan."

Astagfirullah. Tapi hanya di dalam hati sambil 'menggimiti' eksplorasi. "Kenapa cil jai kada puasaan?"

"Kami serumahan meambil upah mangatam (panen padi), maka ini pararahatannya (puncaknya panen)."

"Pernah lah pian coba, tetap sambil puasa? Nanti tengah hari saat panas-panasnya istirahat dulu."

"Kada kawa Nu ai, kami maambil upah saharian, itu gin kada sabarapa duitnya. Apa kami nih dalam setahun pencarian semata (satu) ini haja. Lawan musim tanam kaina. Makanya kanakan gin kami turunakan barataan (semua) supaya tabanyak kolehan (pendapatan)."

Tersayat di hati mendengar alasan Si Ibu, ingin rasanya menjerit. Betapa kejamnya kehidupan saat ini. Banyak orang tak bisa beribadah bukan karna tak mau tapi tak berdaya. Oleh tuntutan hidup yang kian berat. Juga (sebagian) gaya hidup yang kian mem-Barat.

Selain banyak syukur di dada jika membandingkan dengan nasib diri. Namun ada luka menganga. Sekaligus kerinduan yang kian berdigdaya.

Luka karna kecewa pada sistem yang ada. Saat penguasa tak lebih hanya sebagai perantara. Antara rakyat dan pengusaha. Bahkan tak jarang penguasapun berhitung pada rakyatnya. Solusi yang dilontarkan pun tak lebih sekedar lawakan. Bak menabur garam di hati rakyat yang sudah terluka.

Rindu yang semakin menggebu pada sosok Rasulullah yang sering mengikat perutnya dengan kerikil. Agar kosong perutnya tertutup rata tak diketahui.

Yang segera melangkahi sahabat seusai subuh berjamaah hanya karena ingin segera membagikan lantakan emas di salah satu kamar istrinya.

Padal beliau pernah dikelilingi istri-istrinya denga rengutan dan tuntutan. Agar nafkah mereka tercukupi. Tapi rakyat lebih beliau utamakan.

Rindu sosok Khalifah Umar bin Khatab yang memanggul gandum untuk warganya yang miskin.

Sosok Umar bin Abdul Aziz yang menyuruh istrinya menyerahkan semua harta yang mereka miliki sebelumnya saat hari pertama menyandang gelar Khalifah.

Hanya dua tahun ia mampu jadikan warga daulah tak lagi ada yang berhak menerima zakat. Semua sejahtera.

Rindu sosok Salman Al-Farisi, gubernur yang menangis sangat kencang jelang kematiannya. Hanya karna takut hartanya di dunia melebihi apa yang Rasulnya pesankan. Sebatas bekal di jalan.

Padahal yang ia punya hanya sebuah mangkok, selembar surban, sebatang tongkat dan sepetak rumah. Yang jika ia berdiri atapnya akan menyentuh kepala. Jika posisi tidur dindingnya akan menyentuh kaki. Saking sempitnya.

Masih banyak sosok lainnya yang kehidupan merek sungguh sederhana tapi rakyatnya sejahtera. Tentu bukan sekedar karena hebatnya mereka tapi karna mereka menjalankan aturan hidup dari Zat Yang Maha Hebat.

Ya Rabb kuatkan kami yang sedang memperjuangkan tegaknya kembali syariatMu yang super hebat itu. Istiqomahkan para pejuang agamaMu.

Ramadhan kami kali ini begitu menguji kami. Tak hanya lapar haus. Tapi juga kriminalisasi ajaranMu. Kuatkan kami agar tetap kokoh berdiri di jalan dakwah. Tak gentar menyerukan pada siapapun untuk kembali pada aturan yang telah Engkau tetapkan.

Kami yakin, sebaik-baiknya mereka membuat makar. MakarMu lebih dahsyat lagi. Ya Rabb, kembalikan semua keburukan pada pelakunya. Hinakan mereka dunia wal akhirat. Kabulkan pinta kami yang sedang terzolimi.

-Wati Umi Diwanti-
Ramadan2, 18.05.18

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates