Lomba Lari Hampir Selesai


Oleh: Wati Umi Diwanti

Pulang dari klinik gigi. Jalanan ramai, tampaknya bakal ada konser terbuka. Banyak petugas keamanan berjaga.

"Selamat buat kamu semua yang sudah melangkahkan kaki dengan pasti ke tempat ini." Ucap pemandu acara yang perempuan.

"Kalian Keren, sudah datang ke tempat ini!" Pemandu pria mengokohkam apresiasi pada pemuda pemudi yang mulai menjejali lapangan depan panggung.

"Hah, keren? Hadir ke konser dibilang keren." Dalam hati, saya sangat ga terima istilah keren disematkan pada orang yang hadir ke acara beginian.

"Acara apa ini yu Ka?" Saya mencoba rangsang kepekaan si Tengah yang lagi mendekap si bungsu yang ketiduran.

"Oh anu Mi, ada pertunjukan kayaknya. Kayak ada musik-musiknya tuh." Jawabnya dengan antusias.

"Menurut kamu bagus ga acara kayak gini?" Dia sempat diam tak lamgsungenjawab.

"Hmm, engga." Suaranya melemah tak seperti sebelumnya tadi. "Kenapa ga bagus?"
"Itu laki-laki sama perempuannya campur-campur Mi." Sahutnya agak lambat.

"Nah iya, itu salah satunya. Umi sedih bener lho Kak, tahu ga kenapa?" "Kenapa Mi?" Kejarnya, penasaran.

"Ya Umi sedih aja acara yang banyak melanggar aturan Allah kayak gini diizinkan, malah dijagain. Sedangkan yang mendakwahkan Islam kaffah ga diizinkan. Malah dilarang. Malahan sekarang dianggap merusak dan berbahaya. Yang mendakwahkan bisa masuk penjara.

Padahal acara-acara seperti konser ini yang justru merusak generasi. Dakwah Islam kaffah itu malah yang mau memperbaiki.

Kakak kan tahu, organisasi tempat Umi berdakwah izinnya dicabut pemerintah. Padahal ga ada salah apa-apa. Nah esok  itu pembacaan hasil gugatannya, seperti yang Umi cerita kemarin. Kalau gugatannya kalah busa jadi dakwah lebih susah lagi."

Kadang dihati kecil bersuara. "Anakmu tuh masih kecil, mana ngerti diajakin ngobrol masalah begituan." Tapi aku ga peduli, bagiku siapapun harus tahu. Apalagi dia anakku, harapanku sebagai pelanjut perjuanganku.

"Kalau kalah, berarti ga dakwah lagi ya Mi? Kan bisa ditangkap nanti."
"Ya ga lah, dakwah itu kan perintah Allah tetap harus dilakukan. Cuma ya harus lebih hati-hati.

Tapi sudah hati-hatipun ya bisa aja sih tetap disalahkan. Namanya juga mereka ga suka. Makanya umi sering bilang, bisa jadi Umi Abi ga selalu bisa menemani kalian.

Itulah kenapa umi rempong bikin anak-anak Umi bisa mandiri. Ngerjain apa-apa sendiri. Disuruh menghafal Qur'an dan belajar yang bener. Biar kalian kalau berdakwah lebih didengar orang. Dan kalau suatu hari Umi Abi sudah ga ada lagi kalian bisa terus berjuang.

"Iya mi, Kayak yang Umi pernah bilang kan, sekarang kita kayak lomba lari. Sudah dekat finish, jadinya memang capek banget ya Mi. Tapi harus lebih kuat karna dekat lagi sampai.

Kalau capek hadiahnya besar kan Mi. Kalau berjuangnya susah berarti hadiah dari Allah juga besar. Jadi kita harus berjuang supaya kita bisa dapat  Syurga kan Mi? Biar kita bisa kumpul terus disana."

Ups, kok hidung jadi tiba-tiba sesak, air mata meleleh tak terasa. Kusembunyikan pedihnya mata dibalik helm diantara gemuruh panggung yang masih terdengar meski kami sudah menjauh beberapa ratus meter.

Masya Allah kamu benar sekali Nak. Dunia ini fana, kita tak tahu berapa lama lagikah bisa berkumpul di sini. Hanya dengan mentaati segala perintahNya kita bisa berkumpul selamanya.

Bocahku, bidadariku. Meski kita sering berseteru. Kadang beradu volume suara. Apalagi jika kamu sedang ganggu adikmu. Tapi Umi yakin, kalian semua adalah investasi terbaik akhirat kami. Pelanjut setia perjuangan ini. Ya Allah kuatkan langkah kaki ini menapaki ujian demi ujian kehidupan. Bersabar mendidik mereka dengan teladan terbaik.

Btw, tentang lomba lari itu, darimana kamu tahu. Oh iya Umi sering lupa kalau kamu sering menemani umi kemana-mana. Ternyata meski kamu selalu asik main, kalimat-kalimat Umi atau guru-guru Umi terekam dengan baik di benakmu. Jadilah Ansharallah, Anakku! Hanya itu yang Umi Abu mau.

#ObrolanKeluargaMendambaSyurga
Mtp, 06.05.18

Posting Komentar

My Instagram

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates