Kemarin ada keperluan mampir ke counter HP. Karena yang dicari ga ada langsung pulang. Udah nyiapin uang 2rb, sambil berharap semoga ga perlu bayar. Kan cuma sekejap. E ternyata di depan motor sudah ada yang ngasih kode tandanya harus bayar.
Setelah meluncur skitar 10m si no dua nanya "Umi bayar apa tadi?" Dalam hati ko pake nanya sih ni anak padahal mereka sebenarnya sudah tidak asing sama bayaran parkir. "Ya bayar parkir lah".
"Hah?" dia merespon dengan nada bengong. "Emang kenapa?" jawabku. "Kan tadi pamannya ga parkirin motor kita mi."
Mendadak saya ketawa "Oo Atiyya kira kalo diparkirin baru bayar ya?". "Iya" sahutnya polos. "Bayar parkir itu pokoknya kalo kita naro motor kita, ya harus bayar walaupun kita parkirin sendiri." Entah bagaimana responnya karena dia duduk dibelakang, yang jelas dia terdiam.
***
Pertama saya jadi terpikir tentang Logika anak ini. Bener juga ya, harusnya untuk sesuatu yang dibayar kudu ada pelayanannya. Bahkan ada pelayanan tertentu yang harusnya free, karena sifatnya hak dan kewajiban.
Yang kedua. Ini nih nak, yang bikin berat hidup saat ini. Apa-apa bayar. Tapi ada yang bilang "Gapapa bayar, yang penting kita punya uang buat bayar". Ada benarnya sih tapi ga semua. Kalo makan diwarung makan bayar ya wajar. Tapi sekolah, berobat, cari keamanan (termasuk meamanan motor:parkir), ini sih harusnya ga bayar.
Apalagi kalo ditambah "sabar aja rezeky sudah ada yang ngatur". Hello, Alloh bukan cuma ngatur rezeky tapi jg ngatur semua urusan kehidupan. Catet!
Selain memberatkan bagi yang kehidupannya kurang mampu. Yang lebih penting adalah, Islam punya ketetapan bahwa keamanan, pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan kolektif masyarakat. Kewajiban negara untuk mengadakannya secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik.
Saat Imam melakukan kesalahan sebagai makmum wajib mengingatkan dengan cara yang disyariatkan jika ingin shalatnya syah diterima Allah Swt.
Begitu pula tak ada syariatnya bahwa saat penguasa lalai kita hanya berdiam diri. Wajib koreksi sebagai tanda cinta. Ingin sama-sama masuk Syurga dan menuai berkahnya di dunia.
***
Tentunya saat negara menyediakan semua kebutuhan rakyat tersebut perlu dana besar. Untuk kualitas pelayanan terbaik maka tenaga pendidik, medis dan keamanan haruslah digaji secara layak. Sarana dan prasarana yang canggih harus tersedia merata.
Darimana uangnya? Islam pun telah menjawabnya dengan terang benderang dalam sistem penataan kas negara yang disebut 'Baitul Maal'.
Salah satu pos pendapatannya adalah dari pengelolaan SDA. Artinya seluruh SDA wajib diinternalisasi oleh negara dan hasilnya sepenuhnya masuk kas negara bukan pejabat. Nah salah satunya adalah untuk pengadaan kebutuhan kolektif tadi. Kesehatan, pendidikan, keamanan.
Sampai disini adakah indikasi saat Islam diterapkan akan ada rakyat yang dizolimi? Tidak ada kan. Kalo gitu kenapa harus menolak sistem Islam, yang nyata-nyata akan mensejahterakan. Masih betah di zaman serba bayar seperti sekarang?
Kesimpulan saya yang menolak itu adalah yang belum tau secara rinci bagaimana penerapan Islam mampu menjadi solusi. Ditambah lagi stigmasi dan kriminalisasi ajaran Islam yang semakin menggila akhir-akhir ini.
Atau mereka yang bakal rugi saat SDA dikelola negara nanti. Siapa mereka? Siapapun sudah tau jawabannya.
Satu hal lagi, jika ada yang bilang "Saat Islam dijadikan dasar akan ada penyeragaman, pemaksaan agama."
Itu salah besar dan fitnah keji. Penerapan Islam hanya dalam ranah publik urusan muamalah. Yang memang tidak satupun agama selain Islam yang punya aturannya. Sedang urusan aqidah dan ibadah tidak pernah dipaksakan. "Laa iqroha fiddin!"
Wati Umi Diwanti, 24.05.2017
Posting Komentar